Mohon tunggu...
Erusnadi
Erusnadi Mohon Tunggu... Freelancer - Time Wait For No One

"Sepanjang sungai/kali masih coklat atau hitam warnanya maka selama itu pula eksistensi pungli, korupsi dan manipulasi tetap bergairah "

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kampanye Politik di Kampus Bukan Sekadar Peragaan Cara Mencoblos

2 September 2022   20:06 Diperbarui: 2 September 2022   20:10 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pada masa kampanye pileg, pil DPD dan pilpres 2024 mendatang bila dimungkinkan akan mengunjungi kampus. Lepas soal aturan UU Pemilu NO 7 TAHUN 2017, wacana ini bisa ditimbang-timbang dari segala segi. Karena kampus notabene tempat di mana kaum akademisi menetap, dan melakukan aktivitas hariannya dengan dialektika.

Jika saja hal ini dilakukan, maka jadwal kampanye dari pemilu serentak dari KPU kepada calon politisi, dan capres, cawapres akan menjadi ketat, dan padat. Katakan misalnya, untuk calon politisi partai yang menjadi peserta pemilu saat ini sekitar 24 (jika lolos verifikasi), maka di satu daerah pemilihan, ia akan anjangsana ke kampus yang ada di wilayah itu. Entah kampus swasta maupun negeri.

Satu daerah pemilihan akan diperebutkan oleh 24 calon politisi dari parpol itu. Begitu juga dengan calon politisi untuk kursi DPD di mana masing-masing daerah pemilihan akan diperebutkan oleh orang-orang yang dianggap memiliki kontribusi besar di daerahnya. Mereka merupakan calon politisi yang dipandang sebagai tokoh terkemuka masyarakat.

Sampai di sini apa model kampanye yang dilakukan oleh calon politisi itu di kampus?Sekadar melatih atau memperagakan cara mencoblos yang baik, dan benar bagi mahasiswa, dan dosen semata, atau  mengkampanyekan identitas, profil, dan turunan nenek moyangnya yang memiliki saham bagi daerah atau negerinya?Atau calon politisi ini berkisah tentang butuh biaya besar untuk ongkos politik yang dikeluarkan menjadi legislator pada mahasiswa, dan dosen?

Tentu pertanyaan semacam itu bakal muncul, dan menjadi tantangan bagi calon politisi tersebut. Karena kelak jika calon politisi ini masuk ke kampus, dan melakukan kampanye, maka ia masuk ke ruang dialog, dan bukan monolog. Ruang diskusi, dengan fakta integritas, ruang janji politik yang akan diikat oleh kontrak politik. Begitu idealnya kampus merespon bila politisi akan mengkampanyekan diri, program partai, atau aktivitas politik dirinya kelak.

Bagi kampus di manapun berada, merupakan pusat kegiatan kaderisasi dari beragam aktivitas, entah kaderisasi di himpunan, semacam HMI, maupun GMNi, atau pun kader aktivitas giat lainnya. Para aktivis mahasiswa ini yang saban hari diskusi politik, dan sebagainya akan menguji calon politisi dengan beragam muatan pertanyaan atau gagasan.

Calon politisi yang punya mental aktivis, dan mantan kader di himpunan bukanlah soal. Kampanye di kampus bagi mereka sebagai peluang untuk memobilisasi "adinda untuk kakanda" guna menjadi terompet bagi pemenangannya, minimal di area kampus.  Yang bukan tidak mungkin akan menular ke area di luar kampus sebab biasanya rata-rata aktivis punya kantong-kantong massa di wilayahnya untuk persiapan bila dijadwalkan untuk demo.

Persoalan program apa dari partai atau personal politik yang akan dikampanyekan juga tiada masalah. Calon politisi mantan kader himpunan atau gerakan sudah siap dengan resiko yang bakal didapat ketika usai atau sedang mengkampanyekan ideologi dan pikirannya.

Bagi para mahasiswa sendiri, kehadiran calon politisi ke kampus sebagai hal yang ditunggu-tunggu. Di kepala mereka sudah pasti tentang uji tanding kapasitas intelektual sang calon politisi, sekaligus output pasca kampanye untuk bisa digandeng mahasiswa kader ini kelak ketika ia sudah jadi legislator. Tentunya untuk tujuan kepentingan politik yang bersifat massa, lewat jalur tekanan, dan sejenisnya.

Sebaliknya bila calon politisi ini kering modal intelektualnya bukan tidak mungkin akan jadi bulan-bulanan. Boleh jadi ia akan dipermalukan di forum semacam kampus ini sebagai calon politisi yang hanya mengandalkan akses kroni di partainya. Sehingga akan berdampak pada parpol di mana ia berpayung.

Atas kemungkinan situasi demikian, Parpol juga barangkali akan mengkalkulasi bila kemungkinan kampanye di kampus diperbolehkan. Oleh karenanya barangkali diperbolehkannya parpol dengan calon politisinya melakukan kampanye di kampus oleh ketua KPU, antara lain untuk memastikan calon politisi dari banyak parpol itu punya kapasitas kelak sebagai legislator, dan perumus atau pembentuk undang-undang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun