Mohon tunggu...
Erusnadi
Erusnadi Mohon Tunggu... Freelancer - Time Wait For No One

"Sepanjang sungai/kali masih coklat atau hitam warnanya maka selama itu pula eksistensi pungli, korupsi dan manipulasi tetap bergairah "

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Nenek Bergaun Long Dress

29 Juli 2022   23:09 Diperbarui: 29 Juli 2022   23:11 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pagi ini di pasar orang-orang sibuk dan berhimpitan. Mereka berjejalan. Ada yang di luar ruang maupun di dalam. Penjual rata-rata melayani para pelanggan dengan cekatan. Mereka saling bertukar uang dan macam-macam barang. Termasuk seorang nenek bergaun long dress ada di keramaian itu. Ia sedang menenteng keranjang kecilnya, menyusuri selasar pasar.

Sementara dari langit sana cahaya matahari tiada terpancar. Tampak redup tak menyinari. Seolah enggan untuk menyapa keramaian ini. Padahal kemarin, dan hari sebelumnya semua serba terang. Sekilo sayuran, dua kilo buah-buahan, tiga kilo cabe-cabean, empat kilo daging hewan ditimbang sesuai.  Matahari menjadi saksi.

Sepakat mereka ketika berbincang satu sama lain tentang transaksi yang jujur itu bahwa  surga kelak akan menunggu di sana.

Tapi pagi ini terlihat, dan terdengar oleh sang nenek, seorang penjual membual tentang surga sembari melayani pembeli. Katanya, jika hidup jujur akan mulia bersama-sama, sebaliknya bila tidak, bakal kena azab. Para pelanggan menyimak dengan senang. Ucapannya seperti kotbah para kyai di mesjid-mesjid.

Padahal diam-diam penjual itu berlaku curang. Sebab nenek bergaun long dress itu memperhatikan ulahnya dari dekat. Penjual itu dilihat nenek, aktif sekali. Mulutnya bicara, tangan kanannya bergerak, juga tangan kirinya tampak melakukan sesuatu yang tidak biasa pada timbangannya.

Nenek itu kemudian tak jadi membeli barang yang ada di lapak pedagang itu. Ia pergi sembari hati kecilnya berbisik,"pantas matahari merasa malu untuk keluar di pagi ini."Ia kemudian meninggalkan lapak itu.

Baru 10 langkah berjalan, ia berhenti. Dilihat dan di dengarnya seorang pembeli, perempuan muda dengan anak kecil digendongannya, menawar harga yang ditawarkan penjual. Penjual itu turut apa yang ditawar pembeli ini. Dipikirnya, nilai yang ditawar tidak terlalu jauh dengan untung yang didapat.

Penjual menyerahkan kantong kresek, agar apa yang dibeli, pembeli bisa segera memasukkan barangnya. Nenek itu tak menyangka, seraya memperhatikan pembeli yang sedang memilih barang itu, penjual justru sudah menggenggam barang itu dengan tangan kirinya di balik tubuhnya itu. Pembeli menyerahkan barang yang ada di kantong kreseknya untuk ditimbang, lalu penjual dengan cepat memasukkan barang yang tadi digenggamnya. "O pedagang itu memasukan barang untuk menambah beratnya. Ia bersedekah tanpa diketahui pembeli itu."

Nenek itu senang melihatnya. Lalu ia juga datangi penjual tersebut, dan memilih barang yang bakal dibelinya. Ia membeli tidak dengan harapan sebagaimana yang barusan dilihatnya.

Rupanya masih ada orang yang baik  di pasar ini, dan ia pun tersenyum puas seraya melangkah pulang. Di luar area pasar, matahari yang semula redup, tampak cerah dan terang kembali. Matahari tak lagi sembunyi, dan malu untuk membiarkan sorot cahayanya menyinari semua orang, yang baik dan juga yang curang.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun