Mohon tunggu...
Erusnadi
Erusnadi Mohon Tunggu... Freelancer - Time Wait For No One

"Sepanjang sungai/kali masih coklat atau hitam warnanya maka selama itu pula eksistensi pungli, korupsi dan manipulasi tetap bergairah "

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

(Hari Lahir Pancasila 1 Juni 2022) Demokrasi Pancasila di Bawah Kekuasaan Politik

1 Juni 2022   09:26 Diperbarui: 1 Juni 2022   09:34 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hari lahir Pancasila 1 Juni selalu diperingati hingga tahun 2022 ini. Bahkan sudah menjadi hari libur nasional. Pancasila memang ideologi bangsa yang tidak pernah sekalipun diubah sejak berdirinya negara ini. Sebagai suatu ideologi, barangkali prinsip-prinsip yang terkandung dalam Pancasila bisa menjadi arah dan pandangan hidup bangsa sebagaimana yang dicita-citakan oleh founding father hingga kiamat nanti.

Karena itu menjadi hal yang sangat dimungkinkan bila nilai-nilai Pancasila bakal mempengaruhi peradaban dunia. Tentu saja untuk bangkit menuju sasaran dan tujuan tersebut, maka ideologi Pancasila mesti konsisten dijalankan. Paling tidak pilihan sistim pemerintahan yang menganut azas demokrasi ini mesti ditelaah kembali, apakah memang itu sudah sesuai dengan prinsip demokrasi Pancasila sebagaimana yang dicita-citakan, atau tidak?

Sebagaimana diketahui, negeri ribuan pulau ini sudah mengenal dan menerapkan sistim demokrasi dalam pemerintahan sejak kelahirannya pada Agustus 1945 lalu. Meskipun begitu para pendiri bangsa sebelumnya sudah mengetahui hal itu dari ilmu pengetahuan barat yang diperolehnya. Entah itu melalui buku bacaan maupun pendidikan di luar negeri.

Sehingga sempat tatkala hendak mendirikan suatu negara dan bangsa disodorkan pilihan, apakah menjadikan negeri monarchi atau demokrasi. Tentu hal itu diringi dengan berbagai pertimbangan dan prospeknya. Pendek kata, semua pendiri bangsa termasuk raja-raja dari nusantara pun menyetujui pilihan republik dengan demokrasi sebagai sistim pemerintahan yang dianut bangsa ini.

Perjalanan demokrasi pun mengalami pasang surutnya. Hal iu ditandai dengan berulangkali diubahnya konstitusi, yakni UUD 1945, menjadi Konstitusi RIS, lalu UUDS 1950, kemudian kembali ke UUD 1945 melalui dekrit presiden. Sampai hari ini pula UUD 1945 itu juga telah mengalami amandemen hingga empat kali.

Peristiwa perubahan ground norm atau norma dasar, atau hukum dasar bangsa ini merupakan konsekuensi dari pilihan sistim demokrasi yang sudah diterapkan. Mau itu sistim demokrasi dengan naman demokrasi pancasila atau sistim demokrasi liberal atau sistim demokrasi parlementer semua sudah dirasakan.

Sebagai norma dasar atau hukum dasar bangsa ini, sekarang isi UUD 1945 amandemen sudah berbeda dengan aslinya. Yang semula presiden dan wakil presiden ditentukan MPR, maka sekarang rakyat berdaulat yang memilihnya. Yang semula ada lembaga tertinggi negara, sekarang semua jadi lembaga tinggi negara. Dan seterusnya.

Lalu bagaimana keadaan sistim demokrasi pancasila sekarang ini?

Ada yang menyebut sistim demokrasi pancasila sudah oligarkhis hanya milik segelintir elit, elit politik maupun ekonomik. Ada juga yang bilang sistim demokrasi pancasila sudah kapitalistik cuma milik kaum pemodal. Juga ada yang masih pasrah menyebut sistim demokrasi pancasila ini sekarang masih milik kedaulatannya rakyat. Yang semua penyebutan itu bermuara pada sebutan demokrasi pancasila sebagaimana pendiri bangsa cetuskan.

Kalau sebutannya demokrasi pancasila maka boleh jadi bakal tidak sejalan lagi. Bagaimana mungkin misalnya kontestasi pemilihan presiden dan wakil presiden itu dilakukan lewat penghitungan suara melalui pemilihan umum secara langsung dengan dalil demokrasi dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Tetapi bukan dilakukan dengan cara permusyawaratan perwakilan sebagaimana UUD 1945 sebelum amandemen.

Apalagi sila keempat pancasila itu menyebut dengan jelas,"kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan."

Suatu kerakyatan atau suatu kepemimpinan atau suatu pergantian kepemimpinan sebagaimana butir pancasila itu dipandang cocok oleh para pendiri bangsa dengan mekanisme keterwakilan bagi bangsa ini ketika itu. Praktek yang telah dilakukan adalah memilih presiden dan wakil presiden melalui wakil-wakil rakyat yang duduk di MPR. Mereka dalam sejarahnya bermusyawarah untuk memilihnya.

Karena sekarang sudah mengalami perubahan drastis, maka sebutan apapun bagi demokrasi di negeri ini, terutama soal kontestasi pergantian kepemimpinan di pusat maupun daerah berujung pada siapa yang kuat dia yang menang (survival of the fittest). Kuat modal, kuat dukungan suara pemilih, serta kuat koneksi global, regional maupun domestik. Semua kontestasi akhirnya menjadi ajang adu kuat dengan bumbu-bumbu persatuan dan kesatuan bangsa.

Rakyat boleh jadi tidak terikat oleh sistim apapun yang dijalankan oleh kekuasaan politik itu. Yang mengikat rakyat itu cuma keinginan harga-harga murah, sandang, pangan, dan papan terpenuhi, pendidikan juga, kesehatan demikian, lapangan kerja, serta rekreasi apapun bentuknya bisa dinikmati dengan nyaman.

Karena itu sudah demikian lama sistim demokrasi dijalankan dengan variannya, partisipasi masyarakat terhitung tidak signifikan. Ia sengaja dihadirkan sebatas coblos suara untuk calon para pemimpin yang dikenal lewat media massa. Sesudah itu tunggu lagi untuk mencoblos di masa mungkin  lima tahun mendatang.

Sementara di saat yang sama sekelompok elit politik dan ekonomik serta kroninya sibuk berjuang untuk meraih kekuasaan dengan segala janji-janji yang ditebarkan. Bahkan tidak jarang di saat semacam ini bisa bikin rakyat deg-degan, was-was dan ketakutan. Padahal  yang namanya pesta rakyat harusnya senang, gembira dan jumpalitan.

Tapi demikianlah demokrasi pancasila yang dijalani bangsa ini.  Semua itu akan terus bergerak dan terus mencari bentuk yang paling ideal dan cocok, sehingga perubahan sebagai suatu kenicayaan dan kekuatan alamiah bisa saja dilakukan. Termasuk barangkali dengan cara bongkar pasang konstitusi UUD 1945 di masa mendatang. Siapa tahu cara ini dilakukan kembali. Untuk apa?Tentu saja untuk berkuasa di darat, laut, dan udara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun