Mohon tunggu...
Erusnadi
Erusnadi Mohon Tunggu... Freelancer - Time Wait For No One

"Sepanjang sungai/kali masih coklat atau hitam warnanya maka selama itu pula eksistensi pungli, korupsi dan manipulasi tetap bergairah "

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Juara Sejati

19 Januari 2021   18:20 Diperbarui: 26 Januari 2021   14:22 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Betapapun sulitnya menjalani kehidupan sehari-hari, namun sekolah takharus ditinggalkan. Belajar, dan menuntut ilmu adalah kewajiban sejak dini. Sekalipun di tengah keterbatasan ekonomi maupun lingkungan di mana berada.

Dan, di sekolah itu tiada yang bisa menandingi kecerdasannya di tiap pelajaran matematika. Bahkan kadang guru pun dibuatnya kewalahan kala simulasi soal yang ia buat. Rasanya perlu bantuannya untuk menjawab soal-soal tersebut. Jika guru sudah kewalahan seperti ini, bagaimana dengan murid yang lainnya?Otomatis lebih kewalahan.

Karena keunggulannya itu, sekolah di mana ia belajar memandang perlu mengadakan lomba matematika. Sekolah SMU ini pun menjadi tuan rumahnya. Sekolah di wilayah kecamatan ini diundang, dan mereka mengirimkan siswa terbaiknya.

Tim penilai, dan penguji soal berasal dari guru di sekolah tuan rumah ini. Lomba pun usai. Hasilnya benar-benar sesuai dengan yang diharapkan pihak sekolah. Dari lima SMU di kecamatan ini, dan lima siswa yang turut lomba, satu pemenang diraih sekolah yang menjadi tuan rumah lomba tersebut. Pihak sekolah dan guru yang hadir dari sekolah lain mengacungi jempol atas prestasi muridnya.

Ada juara matematika dari sekolah di kecamatan ini tersiar kemudian. Ia pun selalu mengikuti lomba matematika di mana pun diadakan Tidak hanya di tingkat kecamatan, kabupaten, atau propinsi. Bahkan di tingkat nasional pun ia ikuti. Tentu saja sekolah di mana ia belajar sangat bangga dengan keunggulan tersebut.

Hasilnya luar biasa. Ia selalu juara di bidang tersebut. Kini ia, seorang pelajar berkelamin lelaki telah menjadi juara nasional lomba matematika.

Nun jauh di pinggiran kota, Muti tengah menyiapkan pisang goreng yang dibuat ibunya untuk ia jajakan di sekolah swasta. Sekolah yang tidak pernah dianggap punya prestasi apapun. Sebagai anak perempuan satu-satunya, ia turut meringankan biaya dengan cara menjajakan makanan itu bagi teman-teman, dan siswa lain di saat istirahat.

Tentu saja laris manis, sebab ia dianggap baik hati, dan mudah membantu teman-temannya bila ada kesulitan dalam menjawab soal-soal matematika. Guru maupun pihak sekolah tidak mengetahui tentang kebaikan Muti ini pada rekan-rekan di kelasnya.

Dianggap mereka itu hal biasa. Contek menyontek bagi anak-anak menjadi hal lumrah. Padahal Muti tidak sekadar memberi contekan, tapi menjelaskan hingga ke akar-akarnya. Dan, teman-temannya merasa puas.

Pendek kata, Muti memberi les gratis pada teman-teman semua.

Sejalan waktu, wilayah di mana Muti belajar telah mengundang pelajar unggul dari beberapa daerah untuk turut melakukan eksebisi lomba matematika tingkat sekolah menengah atas. Di sekolah swasta di mana ia belajar tidak diundang sama sekali di wilayah ini. Sebab tidak termasuk sekolah unggul, dan memiliki siswa berprestasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun