"Apa warung Sumi masih buka, Me?"
"Saya tidak tahu juga, Bang."
"Kita perlu mampir ke sana, Me."
"Terserah abang aja."
***
Di kediamannya empat bulan kemudian, Gar adu mulut dengan istrinya. Â Pangkalnya sang istri tidak mengijinkan Gar lembur di hari libur. Karena libur ini mereka sudah janji untuk jalan bersama anak-anak menuju acara perkawinan keluarga. Jauh hari hal ini sudah disepakati bersama.
Namun sebagai pengemudi ia tidak bisa lagi membatalkan kirimannya  hari ini. Apalagi Jime telah mengundurkan diri jadi knek gara-gara dimarahi.  Ia tidak punya pengganti.
Ketika itu Gar memarahi sangat sebab truknya kala parkir yang dikemudikan Jime untuk mengisi bensin menyenggol mobil orang hingga kena ganti begitu mahal.
Ia mengatakan hal itu untuk meyakinkan. Tetapi tetap saja istrinya bergeming, dan meminta Gar membatalkan perjalanannya.
"Tidak bisa, Bu. Saya mesti jalan hari ini!"tegasnya sembari keluar rumah, dan istrinya menyerah.
Di jalan diam-diam Gar sudah punya rencana untuk menemui Sumi di libur ini, dan kebetulan barang yang dikirimkan takjauh dari lokasi di mana warung Sumi berada. Pikiran dan hatinya sudah jauh hingga batas kerinduan yang tersimpan. Sebab entah kenapa Sumi sudah tidak bisa dihubungi lagi lewat telpon sejak sekian bulan itu.