Mohon tunggu...
Erusnadi
Erusnadi Mohon Tunggu... Freelancer - Time Wait For No One

"Sepanjang sungai/kali masih coklat atau hitam warnanya maka selama itu pula eksistensi pungli, korupsi dan manipulasi tetap bergairah "

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Warisan Pejuang'45 yang Digadaikan

8 Agustus 2020   12:03 Diperbarui: 12 Agustus 2020   17:04 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bambu runcing itu benar-benar runcing, seperti potlot yang habis diraut. Ujungnya tajam yang bila digoreskan pada batang pohon pisang meninggalkan bekas bergaris dalam. Panjangnya satu meter 50. Antara ujung dan pangkal bambu lurus seperti tombak, dan terasa ringan digenggam. Bila dilempar sekuatnya pasti cepat melesat, dan bakal turun dengan deras. Menancap disasaran yang diinginkan.

Bambu itu ada dipajang di dinding dekat pintu masuk bagian luar rumah sederhana Abah Akal. Sementara di dalamnya, di dinding ruang tamu dipajang juga piagam penghargaan veteran pejuang '45. Konon bambu runcing itu pernah digunakan saat perang melawan penjajah Belanda olehnya. Ia memang dikenal oleh warga kampung sebagai bekas pejuang. Dulu ia bergabung dengan Tentara Pelajar Indonesi (TRIP).

Kata Bulus, anaknya, ia pernah berkisah, sempat melakukan gerilya di beberapa tempat di Jawa Barat, hingga Jawa Tengah, dan Jogyakarta. Selama waktu itu, pergerakan dilakukan malam hari. Jalan kaki, serta menenteng bambu runcing tersebut. Tak ada senjata, semacam pistol atau bren. Granat apalagi. Hanya satu, dua orang TRIP yang dijumpainya memegang senjata. Itu pun hasil rampasan dari pasukan Belanda yang dibunuhnya.

Perkara pegang senjata ini, sebagian TRIP pernah merasakan. Sebab mereka juga iri ingin memiliki senjata itu. Jadi bila ada yang bangga menunjukkan pistol di tengah hutan, semua rekan mencicipi untuk memegangnya. Sekadar pegang saja. Untuk peroleh senjata mesti punya keberanian berlipat menghadapi musuh dalam jarak dekat.

"Abah pernah membunuh?"Tanyaku pada Bulus, anaknya suatu ketika.

"Pernah. Kata beliau saat mencegat patroli Belanda. Satu regu pasukan musuh, sekitar tujuh orang  memasuki kampung mencari tentara republik. Di luar pengetahuan Belanda, kampung itu sudah dikepung pasukan republik. Musuh seketika melakukan rentetan tembakan ke semua sudut. Banyak yang gugur di situ, meski ada perlawanan juga."

"Pasukan Belanda tewas semua?"

"Mulanya hanya empat orang. Tapi yang tiga kemudian melarikan diri, namun disergap secara serentak di belokan jalan utama. Abah membunuh salah satunya dengan bambu itu di bagian jantungnya, tembus."

Tapi, lanjut Bulus, esoknya kampung itu habis  dibakar oleh pasukan Belanda. Dan, semua orang yang ada di kampung itu beruntung bisa meloloskan diri. Tak satu pun yang dibunuh, atau di sandera. Semua warga selamat.

 "Setelah membunuh itu, Abah pegang senjata?"

"Tidak. Ia ingin, cuma belum terlatih. Senjata rampasan itu, kata beliau, diserahkan pada komandan kompi dalam pengepungan ini."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun