Mohon tunggu...
Erusnadi
Erusnadi Mohon Tunggu... Freelancer - Time Wait For No One

"Sepanjang sungai/kali masih coklat atau hitam warnanya maka selama itu pula eksistensi pungli, korupsi dan manipulasi tetap bergairah "

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Semen Proyek

9 Juli 2020   08:35 Diperbarui: 11 Juli 2020   10:56 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Bukan gila. Sekali ini saja kita mesti berani kasih janji. Soal ada atau gak, kan masih ada waktu seminggu lagi."

"Awas ya, kalo uang di celengan itu diambil untuk nyumbang!"Katanya mengancam sebab uang itu hasil jerih payahnya menjadi buruh cuci dan strika tiga tetangganya.   

Ngawang tidak menimpali. Ia ngeloyor pergi ke lokasi di mana para tukang biasa berkumpul untuk menunggu suatu pekerjaan, semacam galian. Di sini tidak ada yang ia kenal. Ngawang nimbrung untuk sekedar mengetahui kemana mereka akan diboyong oleh orang yang membutuhkan tenaganya. Mereka berbincang satu sama lain, Ngawang mendengarkan. Rata-rata  upah mereka cuma cukup untuk makan satu hari saja.

Sementara tugas yang dikerjakan membutuhkan tenaga ekstra kuat. Telapak tangan mereka pun terlihat keras dan kekar. Ngawang melihat telapak tangannya yang dirasakannya halus, dan tidak seperti para tukang. Ototnya pun demikian, tapi ia sendiri kurus, karena kurang asupan gizi. Belum lagi peralatan kerja yang dibawa oleh mereka, Ngawang malas melihatnya. Ia berpikir masih saja ada orang yang mau melakukan kerja semacam ini.

Ia tanya pada satu di antara mereka, apakah dirinya bisa ikut?Dijawab bisa asal kuat menggali. Dibalas lagi oleh Ngawang, bukan menggali tapi mengawasi. Mengawasi apa?Ya, kalian kerja!

Tukang itu mengacuhkannya kemudian. Ngawang juga pergi meninggalkan lokasi itu.

Ia susuri jalan kembali, dan dilihatnya ada proyek pembangunan gedung di sekitar situ. Ia coba memasukinya, namun dicegah satpam. Ngawang beralasan, akan menemui adiknya si Gompal, ada urusan mendadak. Satpam tidak begitu saja percaya, ia minta data pada bagian yang mencatat nama tukang. Setelah catatan itu dibaca rupanya ada nama itu. Satpam lalu membolehkannya masuk. Padahal Ngawang asal sebut nama saja. Ada syukur tidak ada ia jalan lagi.

Ngawang pun masuk ke proyek itu. Ia tengok sana tengok sini. Bahkan naik ke lantas atas hingga nomor lima, dan turun kembali. Tidak ada Ngawang membuka percakapan. Mereka semua sibuk bekerja. Gompal yang dimaksud olehnya juga sudah ia lupakan. Seorang mandor di dekatnya memperhatikan teliti. Pikirnya seseorang yang tidak dikenal sejak tadi wara wiri di sekitar bangunan. Ia lalu bertanya, dijawab Ngawang sedang melihat instalasi yang sedang dikerjakan.

"Lalu Anda siapa?"

"Saya adik iparnya mas Tambal, satpam di depan sana,"kata Ngawang sekenanya yang memang mengetahui nama itu ketika dicegah masuk sebelumnya.

Mereka kemudian berbincang satu sama lain. Keduanya tampak cepat akur sebab mandor itu kawan baik satpam. Dan, mandor itu juga cerita jika ada kebutuhan mendadak keluarga yang tidak bisa segera diselesaikan, mereka bisa saling mengerti. Misalnya saling meminjamkan uang, atau sekali-kali menggelapkan barang proyek yang bisa dikeluarkan untuk sekedarnya.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun