Mohon tunggu...
Erusnadi
Erusnadi Mohon Tunggu... Freelancer - Time Wait For No One

"Sepanjang sungai/kali masih coklat atau hitam warnanya maka selama itu pula eksistensi pungli, korupsi dan manipulasi tetap bergairah "

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Konon Akibat Upah Tak Ditunaikan Risiko Tujuh Turunan (Dongeng Sunda Bagian 2 Tamat)

11 September 2019   15:24 Diperbarui: 11 September 2019   16:31 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Ya, dia rajanya. Kalau rajanya bisa ditaklukkan dengan sendirinya anak buahnya pun akan ikut kemana raja pergi. Jadi untuk melakukan sesuatu itu harus dari pokok pangkalnya lebih dulu. Baru kemudian yang lain-lain. Dalam pemerintahan desa juga demikian, kan?

"Benar kiai.

Panjang lebar kiai Cipancur mengisahkan perihal keterkaitan wafatnya kuwu Naya, dengan makhluk gaib itu. Mulai dari pengkolan jalan, kemudian kembali ke rumahnya, sekaligus santap siang, baru kemudian pamong ini pun pamit. Sebab tidak enak rasanya meninggalkan tanggungjawabnya sebagai aparat desa. Sekaligus merepotkan Nyai, dan kiai di rumahnya ini.

"Sudah siang kiai, saya mohon pamit dulu?

"Iya kalau begitu, jangan sungkan ya, kalau kebetulan ada perlu dengan pamong desa sini, mampir."

"Iya kiai, terima kasih banyak."

***

Tahun berganti, tiap kematian seseorang yang muncul di desa Balandongan selalu dikaitkan dengan siapa keturunannya. Hal ini tentu saja sudah menyebar, dan diketahui masyarakat sejak dulu. Kematian yang menimpa keturunan kuwu Naya, memang bisa dirasakan ganjil oleh masyarakat. Tanpa sebab sakit, atau pun sesuatu yang menimbulkan kematian, tiba-tiba mendengar kabar si anu wafat, padahal siang tadi habis bergurau. 

Atau lain lagi si anu wafat, padahal habis main dengan teman-temannya. Begitu seterusnya. Masyarakat boleh dibilang mengetahui hal ini, namun tetap disimpan dalam hati. Begitu juga yang dirasakan keturunun kuwu Naya.Tetapi rasanya mereka tidak mau tahu. 

Atau tahu tapi diam-diam saja. dan kuatir akan menimpanya pula. Sehingga terkait dengan pohon Kemuning ini, semua orang tutup mulut. Hanya bisa diam, dan menduga-duga siapa keturunan berikutnya yang wafat di desa ini.

Sekian, terima kasih!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun