***
Kiai Cipancur tengah bersiap untuk menuju ke sawah pagi itu. Namun tak disangka muncul seorang  pamong desa, Isnen, anak buahnya Naya, berkunjung ke rumahnya. Pamong yang datang sendiri ini hanya berniat mampir setelah ada urusan dengan pamong desa di mana kiai tinggal. Pamong ini pun sebenarnya adalah adik kandung dari ambu Siti. Â
"Assalamualaikum kiai."ucapnya seraya menghampiri, dan mencium tanganya.
"Waalaikum salam, saha nya silaen teh. Kok tumben sekali mau datang ke rumah?
"Iya kiai, maaf mengganggu. Saya ini dari desa Balandongan habis ketemu pamong desa ini, ada keperluan sebentar. Tapi tidak langsung pulang. Mau sekadar main saja ke rumah kiai. Mampir atuh, Â ada kiai kok dilewati begitu saja, kata rekan pamong itu. Ya udah akhirnya saya ke sini. Tapi kelihatannya kiai mau ke sawah ya.
"Wah Alhamdulillah mau berkunjung mah. Iya ini mau siap-siap ke sana. Masuk dulu ya?
"Tidak usah kiai, terima kasih, sekalian aja kita jalan,lagi pula kalo sudah ketemu kiai kan tenang sayanya.
"O baiklah kalau begitu. Hayu atuh.
Mereka pun kemudian berdampingan jalan, meski tujuan beda. Kiai Caipancur sebagaimana petani biasanya. Pakai celana pangsi hitam, baju hitam, dan kaos dalam putih, serta cangkul di bahunya. Mereka terlibat pembicaraan ringan, hingga kemudian pamong ini mengisahkan soal wafatnya Kuwu Naya.
"Innalillahiwa inna ilaihi rojiun, kapan?
"Seminggu lalu, kiai. Jadi di desa sementara ini dipimpin sekretaris desa. "