Mohon tunggu...
Ersa FitriaMahardika
Ersa FitriaMahardika Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

Mahasiswi Sosiologi UNEJ

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Stigma Masyarakat Mengancam Hak Bekerja Penyandang Difabel

4 November 2022   14:02 Diperbarui: 4 November 2022   14:32 326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Istilah difabel pasti tidak asing lagi kita dengar. Istilah ini merupakan sebutan untuk orang-orang dengan keterbatasan. Perlu digaris bawahi bahwa gangguan jiwa bukan termasuk kedalam istilah ini, pasalnya cukup banyak orang yang menggolongkan penyandang gangguan jiwa sebagai difabel. Stigma masyarakat yang masih menganggap bahwa penyandang difabel adalah orang-orang yang masih bergantung dengan orang lain, menjadikan orang orang difabel dipandang sebelah mata hingga sulit mendapat pekerjaan karena diragukan kemampuanya. 

Seringnya ketika melamar pekerjaan, para penyandang difabel ini sudah ditolak terlebih dahulu sebelum mendapat kesempatan untuk membuktikan kemampuannya. Hal ini sudah terjadi di Indonesia selama bertahun-tahun. Mereka melihat orang-orang yang kehilangan kaki atau lengan dianggap cacat dan orang tidak normal. Padahal, bisa saja orang yang kehilangan lengannya dapat melakukan suatu pekerjaan yang sulit dilakukan orang yang tidak kehilangan lengan. kurangnya ketersediaan lapangan pekerjaan untuk penyandang difabel dan diskriminasi dari masyarakat memaksa mereka bekerja pada bidang informal seperti elektro, pengrajin genteng, hingga berjualan es keliling.

Contohnya seperti Mas Anwar, pria berusia 37 tahun asal Jember yang merupakan salah satu penyandang difabel fisik dimana beliau kehilangan lengan kirinya sejak kelas 1 SD. Saat ini beliau bekerja sebagai pengrajin genteng di kecamatan Wuluhan, kabupaten Jember. Beliau sudah berkeluarga dan pekerjaannya sebagai pengrajin genteng, mas Anwar selalu ditemani oleh istrinya. Keterbatasan fisik tidak mematahkan semangat Mas Anwar untuk melakukan aktivitas kesehariannya terutama dalam bekerja. Nampak mustahil pekerjaan sebagai pengrajin genteng dikerjakan oleh mas Anwar, ditambah lagi pekerjaan ini merupakan jenis pekerjaan berat. Meski begitu, Mas Anwar dapat melakukannya seperti layaknya orang-orang yang tidak memiliki keterbatasan fisik. Setiap harinya Mas Anwar dan juga sang istri mampu menghasilkan ratusan hingga ribuan genteng. Dalam proses pembuatan genteng tersebut Mas Anwar harus menggunakan alat cetak yang dapat dikatakan cukup berat, kemudian beliau juga harus mengangkat banyak tumpukan genteng dengan keterbatasan fisik yang dimilikinya.

Dalam proses wawancara Mas Anwar mengatakan "Saya sempat mencoba melamar pekerjaan ke perusahaan-perusahaan tetapi kebanyakan menolak".  Menurutnya hal itu dikarenakan hampir kebanyakan perusahaan meragukan kemampuan para penyandang difabel karena keterbatasan mereka. Hal ini juga dipengaruhi dari pandangan masyarakat mengenai para penyandang difabel. Kebanyakan dari perusahaan menganggap para penyandang difabel sebagai seseorang yang tidak memiliki kemampuan dan tidak dapat bekerja seperti layaknya orang-orang pada umumnya.  Alasan tersebut yang menjadikan para penyandang difabel seperti Mas Anwar salah satunya menjadi tidak memiliki keinginan lagi untuk mencoba melamar pekerjaan ke perusahaan-perusahaan. Karena penolakan dari perusahaan menyebabkan Mas Anwar memutuskan untuk mencari pekerjaan sampai ke luar pulau Jawa sebagai kuli bangunan hingga menjadi mandor.

Mengenai pandangan atau stigma masyarakat kepada para penyandang difabel ini selaras dengan teori stigma dari Erving Goffman. Menurut Erving Goffman dalam bukunya yang berjudul "Stigma: Notes On The Management Of Spoiled Identity" seseorang yang terstigmatisasi yaitu mereka yang tidak diterima di lingkungan sosial secara penuh, kemudian mereka yang terstigmatisasi tersebut berusaha untuk menyesuaikan diri agar dapat diterima oleh lingkungan sosial. Dalam bukunya tersebut Erving Goffman mengidentifikasi stigma ke dalam 3 jenis yaitu, abominations of the body, blemishes of individual character, dan tribal stigma. Berdasarkan pengidentifikasian 3 jenis stigma tersebut para penyandang difabel termasuk dalam stigma jenis pertama yaitu abominations of the body. Seperti yang narasikan oleh Erving Goffman dalam bukunya tersebut stigma dari lingkungan sosial memiliki pengaruh yang besar terhadap para penyandang difabel, sehingga membuat para penyandang difabel terus berusaha untuk menyesuaikan diri agar dapat diterima oleh masyarakat dan dapat merubah stigma atau pandangan masyarakat terhadap mereka.

Salah satu hak para penyandang difabel yang dapat terpengaruh oleh stigma masyarakat yaitu hak mengenai pekerjaan. Stigma yang berkembang di masyarakat secara turun-temurun menganggap para penyandang difabel sebagai seseorang yang tidak memiliki kemampuan apapun dan memandang penyandang difabel hanya sebagai seseorang yang lemah dengan keterbatasan fisik yang mereka miliki membuat masyarakat atau perusahaan-perusahaan ragu untuk mempekerjakan penyandang difabel dan tidak memberikan kesempatan terlebih dahulu kepada penyandang difabel untuk memperlihatkan kemampuannya. Meskipun telah terdapat Undang-undang mengenai hak ketenagakerjaan bagi para penyandang difabel, namun pada kenyataannya Undang-undang tersebut belum terealisasikan secara maksimal. Misalnya seperti Undang-undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, Pasal 53 ayat (2), bahwa: "Perusahaan swasta wajib mempekerjakan paling sedikit 1% (satu persen) Penyandang Disabilitas dari jumlah pegawai atau pekerja". Namun pada prakteknya, tidak semua perusahaan mau menerima penyandang difabel bahkan seringkali menolak hanya dengan melihat kondisi fisik mereka. Mas Anwar merupakan salah satu bukti bahwa meskipun beliau seorang penyandang difabel, namun beliau dapat membuktikan bahwa dengan keterbatasan fisik yang dimiliki beliau mampu untuk melakukan pekerjaan yang berat seperti orang-orang pada umumnya.

Penulis :

1. Angghita Rizahwa Estu Kinanti 200910302091

2. Amalia Laili Susanti 200910302002

3. Putri Amalia 200910302138

Editor :

Ersa Fitria Mahardika 200910302152

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun