Mohon tunggu...
Erni Marwati
Erni Marwati Mohon Tunggu... Administrasi - -

Go Up and Never Stop

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Melukis Senyum di Tanah Suci

28 Desember 2020   21:21 Diperbarui: 28 Desember 2020   21:34 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Makkah, Februari 2020 - Kebahagiaan tersendiri bisa membawa kedua orang tua ke tempat ini (dokpri)

Di tempat kerja baru, kulanjutkan mimpiku yang sempat terhenti. Dengan pendapatan yang jauh lebih kecil, tentunya dibutuhkan kedisplinan untuk menabung dan menekan pengeluaran-pengeluaran yang sekiranya belum begitu penting.

Menahan diri dari kegemaranku berburu buku atau novel, tidak terbujuk dengan ajakan teman untuk hang out selepas pulang kerja atau makan siang di luar kantor dan tidak tergiur dengan discount tas/sepatu/baju yang kadang membuat hati goyah. "Ngirit" kalau dalam Bahasa Jawa, yang berarti hemat.

Gaji kupakai hanya untuk pengeluaran primer, seperti membayar tagihan listrik, zakat, belanja kebutuhan sehari-hari, maupun pengeluaran yang bersifat unpredictible. Cibiran teman kerja tentang baju atau sepatu yang tak bermerk pun kuanggap angin lalu.

Bagiku, performance bukanlah dinilai dari aksesoris yang tertempel di tubuhnya, namun dari kinerja yang bisa kita tunjukkan ke perusahaan. Penampilan yang bersih, rapi, sopan, itu sudah lebih dari cukup.

Setelah sekian purnama, akhirnya, Tuhan memperkenankan semua doa dan upaya hamba kecilnya ini. Desember 2015 lalu, akhirnya kuota haji untuk kedua orang tuaku berhasil kudapatkan, meskipun sampai saat ini masih menunggu jatah pemberangkatan.

Bersyukur, haru dan bahagia sekali rasanya saat bisa memandang air mata ibuku yang sempat menitik saat memandangi form pendaftaran haji.  Akhirnya, aku bisa mewujudkan kebahagiaan terbesar mereka yang sejak dulu mereka impikan.

Namun, hidup memang tak selamanya mulus. Juni 2016 lalu ayahku kena penyumbatan di otak yang sempat kritis dan menyebabkan pengucapan yang kurang jelas, mudah emosi dan daya ingat yang sangat parah. Masih segar dalam ingatan, saat itu ayahku hanya bisa terbaring dengan banyak peralatan medis yang menempel di tubuhnya.

Saat itu, aku selalu memberi semangat sembuh dengan bilang "Bapak yang kuat ya Pak, ayo Pak...semangat sembuh ya Pak, sebentar lagi kita ke Mekkah, engga lama lagi Pak...". Kalimat itu yang sering kuucapkan, entah berapa kali dalam sehari, padahal saat itu tabunganku belum seberapa banyak. Senjata terbesarku hanyalah doa.

Kulangitkan mimpiku untuk diberi kesempatan untuk membawa kedua orang tuaku mewujudkan mimpinya lebih cepat. Sedih rasanya saat itu mengingat aku hanya mampu mendaftarkan mereka ke haji regular, yang notabene masa tunggunya hingga 15 tahun.

Kejadian itu membuatku berpikir lebih keras agar bisa secepatnya membawa mereka memandang Ka'bah secara langsung. Satu-satunya cara adalah dengan ibadah umroh terlebih dahulu. 

Kebiasaan hidup hemat membuatku tak kesulitan untuk lebih banyak menabung. Selain itu, aku menambah penghasilan dengan mencari side job di luar jam kerja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun