Mohon tunggu...
Ermansyah R. Hindi
Ermansyah R. Hindi Mohon Tunggu... Lainnya - Free Writer, ASN

Bacalah!

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Kebenaran dan Subyektifitas

31 Januari 2023   11:33 Diperbarui: 24 Februari 2023   19:31 377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi tuntutan kebenaran dan keadilan atas Harsya, mahasiswa UI meninggal karena tertabrak yang dijadikan tersangka (Sumber gambar: kompas.com)

Aparat hukum mengatakan: "Anda berseru dengan pekikan sakral." "Anda juga yang berlawanan berseru dengan nada yang sama. Saya juga berdiri di tengah Anda semua memiliki pekikan dari keyakinan yang sama." Inilah salah satu permasalahan kritik atas subyek. Seorang melakukan kritik atas kebenaran karena nalar, yang dianggap konyol menghadapi kebenaran dari hasrat.

Dalam pemikiran modern, pergerakan arus produksi hasrat tidaklah selamanya berada dalam kritik. Pada diskursus yang sama, filsafat bertugas untuk membunuh dirinya sendiri karena doktrin yang dibangun telah meracuninya. Diskursus filosofis memiliki keteguhan akan kebenaran yang berbeda dan beragam dengan cara membuat racun dan obat penenang yang baru. Tetapi, hal ini kita mengakhiri kebenaran yang dimiliki filsuf. Rezim kebenaran dari kuasa sesungguhnya menjadi permainan yang belum dirampungkan. Apa konsep 'ada' dan kebenaran, tidak lain memasukkan selingan dari selisih di balik kebenaran bertopeng.

Kita masih terus bermain dengan konsep, mentiranikan penafsiran tatkala tanda tanpa kebenaran tidak hadir di sini. 

Berbicara dengan fasih bersama kekusutan pikiran dan ketangkasan logika memberi kekuatan yang aneh dari tiran. Kebenaran atas kebenaran lainnya melahirkan tiran baru.

Seluruh permainan dalam kehidupan muncul dari kelahiran tiran yang berwajah kebenaran. Untuk melepaskan diri darinya, kita tidak gegabah mengatakan, bahwa kebenaran telah "keluar dari dirinya", tetapi juga "keluar kesana, di dunia luar." Pergerakan tiran dari kebenaran, berarti tidak terikat dengan "di luar" dan "di dalam" dirinya sendiri. Dalam kebenaran, kita tidak akan membebaskan tiran. Sepanjang kita tidak berpikir lagi seputar Aku adalah bukan Aku, begitu pula kita berpikir. Anda adalah bukanlah Anda.

Mengapa demikian siasatnya. Masih adakah satu kebenaran di antara energi titik nol dari kesadaran dan teks? 

Kebenaran tidak lagi paling suram dan paling rendah atas "yang lain", melainkan kebenaran paling bernafsu dan paling busuk. Saya sedang berpikir tentang pria paling bernafsu dan busuk.

Setelah itu, satu-satunya mungkin kebenaran adalah kebenaran tentang kegilaan. Selebihnya, kita tidak melihat kebenaran dalam buku dan panggung, kecuali saya memergoki kesimpulan atas nama kebenaran sesuatu, ternyata tidak lebih dari pepesan kosong. Satu hal lagi, kebenaran adalah ilusi yang menyerupai langkah permainan koin dan catur.

Sepanjang pengetahuan kita mengenai kebenaran, noktah hitam yang masih menempel dalam teks-teks menempatkan ingatan pada keadaan yang mudah terbawa arus. Karena itu, teks-teks tidak lagi memiliki kontradiksi. Setiap ketegangan dan antinomi internal yang membuat bahaya-bahaya dalam kebenaran.

Tidak ada jalan lain, kecuali melepaskan setiap jaringan dan struktur bahasa permukaan dan panggung. 

Setiap orang mencoba menghindari dari pikiran mengenai kebenaran bahasa universal dan bahasa partikular.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun