Ketidakhadiran muslihat dari kebenaran telah keluar dari mimpi dan ilusi setelah mengatasi kebenaran sebelumnya yang membuat 'kita tidak ada, karena kita tidak berpikir'.Â
Kebenaran menjadi titik keraguan filosofis.Dalam kasus manapun, dia punya hasrat sanubarinya. Ia menjadi lawan seseorang yang begitu lihai berbicara.
Kaum moralis meyakini jika seseorang tidak bisa mendustai mata batinnya. Meskipun mendustai berkali-kali pada orang lain. Jika bukan pikiran terbelunggu. Dirinya sendiri yang akan tersiksa. Mereka berbicara berterus terang tanpa paradoks permainan kebenaran sedikitpun akan membantu imajinasi untuk mengungkapkan lintasan pemikiran menerobos batas-batas subyek pengetahuan.
Apa yang saat ini seseorang berbicara berterus terang sesuai kebebasan berpikir. Ia bukan kebebasan berujar kebencian pada yang lainnya tertahan dalam kebenaran sebagai subyek pengetahuan.
Sebaliknya, keadaan tertentu dari seseorang tidak pernah untuk melepaskan dirinya dari nalar.Â
Akhirnya, ia menjadi perbudakan tanda kebenaran yang dijajal ibarat "jurus mabuk" dan secara serampangan.
Apalagi saat kita ingin berhasrat untuk mengukur permukaan segi tiga, segi empat atau jajaran genjang. Ia tidak memiliki keterkaitan dengan kesenangan yang biasa-biasa saja, malahan menyesuaikan diri dengan pilihan-pilihan bersifat universal dari yang partikular dengan selisih-selisih diantara keduanya.
Paradoks dan ilusi kebenaran setelah sekian lama menjelma menjadi subyek dan pusat finalitas yang mengancam wilayah diskursus filosofis dalam kegilaan. Ada dua tantangan diskursus filosofis, meliputi (a) selingan dan (b) selisih. Melalui cara selingan yang akan dikalkulasi sebanyak jumlah pengulangan titik peristiwa kesenangan tanpa akhir.
Sementara kekerasan teks, kekerasan teoritis, kekerasan bahasa, kekerasan imajiner, dan kekerasan lainnya memiliki efek langsung dari dunia luar. Suatu saat kebenaran berubah menjadi bentuk kekerasan yang luar biasa.
Akibat persentuhannya sejak awal dengan dunia luar, maka keterlibatan diskursus filosofis. Kesenangan direnggut dengan selingan melalui kekerasan. Jenis selingan kekerasan ini patut diragukan.
Tetapi, kebanyakan orang mengimpikan akan kesenangan hidup dalam kedamaian diselingi dengan teater kekerasan berupa perlombaan anti pemikiran reaksioner. Pria menjadi mesin tidak menggunakan ruang sebagai cara untuk memasuki produksi kesenangan.