Apa yang dimaksud dengan pluralitas? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pluralitas diartikan sebagai kemajemukan.
Umpama, seorang sohib tiba-tiba bertanya. "Bung, mengapa diciptakan kemajemukan bangsa Indonesia?"
Pertanyaan tersebut bukan kepo, tetapi rasa ingin tahu. Lebih lazim, bocah-bocah yang banyak bertanya, malah dari gen X. Penekanan pertanyaan dari pria yang sudah berkumis dengan kata "mengapa" begitu khusyuk.
Sebetulnya, sohib itu sudah paham apa yang menjadi gambaran mengenai pluralitas. Tetapi, sepintas pertanyaan tersebut sepeleh, padahal pluralitas alias kemajemukan cukup mendasar.
Umpama lagi, serupa pertanyaan dari bocah-bocah, maka jawabnya apa? Coba nak, pernah lihat orang berambut geriting, berambut cepak atau orang berkulit hitam dan orang bule!Â
Seperti suku Aceh, suku Batak, suku Minang, suku Jawa, suku Sunda, suku Dayak, suku Minahasa, suku Mongondow, suku Ampana, suku Toraja, suku Makassar, suku Bugis, suku Tolaki, suku Buton, suku Sasak, suku Abui, suku Atoni, suku Ambon, suku Tidore, suku Asmat, suku Komoro, dan seterusnya. Singkat kata, lebih dari seribu suku bangsa Indonesia.Â
Ya, memang berbeda-beda suku bangsa dalam pluralitas, dalam kemajemukan.Â
Lebih seribuan suku hidup untuk saling mengenal. Nah, begitulah na! Kita mesti hidup rukun dan saling menghormati satu sama lain.Â
Kita diciptakan berbeda-berbeda karena kuasa-Nya. Kita juga berbeda-beda agar saling tolong-menolong dan saling kerja sama dalam menjalani kehidupan.
Coba bayangkan nak! Seandainya kita diciptakan satu suku atau satu warna kulit, misalnya. Dunia ini terasa indah tidak? Â Berbeda tetapi satu rasa, berbeda bagai pelangi yang indah.
Semakin banyak warna, semakin menarik. Berbeda pula cara pandangnya dari setiap suku dan budaya. Itulah daya tariknya dari perbedaan. Begitulah cara kita memamahi kemajemukan. Oh, begitu pak!