Mohon tunggu...
Ermansyah R. Hindi
Ermansyah R. Hindi Mohon Tunggu... Lainnya - Free Writer, ASN

Bacalah!

Selanjutnya

Tutup

Politik

Diskursus Kuasa

30 November 2022   22:13 Diperbarui: 4 Juli 2023   17:44 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya percaya, banyak orang sudah jenuh dengan diskursus (wacana) politik di ruang publik. Mereka mungkin enggan jempol digeser ke Facebook atau ke Instagram. Mereka ingin mencari suasana lain, yang tidak berisik.

Diskursus kuasa memungkinkan dimulai dari hasrat. Kuasa adalah tidak lebih daripada relasi timbal-balik dengan hasrat. 

Ini diskursus kuasa sebelum kode soal calon pemimpin mendatang.

Kuasa adalah atau sebagai hasrat dan hasrat adalah kuasa. Segalanya akan nampak melalui kuasa dalam sistem tata negara mengalami ujian sebelum ia menciptakan ujian bagi warga negara.

Sebelumnya, diskursus kuasa negara di tanah air paling heboh, diantaranya diskursus Presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) maupun diskursus masa jabatan Presiden bisa berlangsung selama tiga periode atau delapan tahun dalam satu periode.

Diskursus "panas" muncul karena berada dalam wilayah kuasa negara.

Dibalik diskursus kuasa yang terhasratkan bukanlah dibentuk dari logika hasrat yang secara mendasar juga bukan sejenis pelanggaran hukum.

Sejauh ini, dinamika politik kuasa masih tetap berlangsung secara terbuka. Diskursus kuasa bukan hanya membicarakan kemampuan individu, tetapi kepentingan, pendapat legal, dan pendapat ahli yang melibatkan kelompok atau institusi tertentu.

Kadangkala, pendapat individu bukan representasi institusi atau kelompok orang dalam kaitannya dalam pengambilan keputusan apalagi dilihat dari pendapat legal dan pendapat ahli.

Dari sudut pandang kuasa, pikiran yang melibatkan banyak orang secara lintas fraksi dalam parlemen akan berkecamuk dengan hasrat yang merangsang masing-masing individu sebagai anggota legislatif untuk menyuarakan pendapat yang dianggap representasi partai atau fraksinya.

Ini belum termasuk pelibatan koalisi partai politik untuk soal dukung mendukung calon presiden dan wakil presiden.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun