Mohon tunggu...
Ermansyah R. Hindi
Ermansyah R. Hindi Mohon Tunggu... Lainnya - Free Writer, ASN

Bacalah!

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Begitu Melimpahnya Ruang yang Berbeda

14 November 2022   12:55 Diperbarui: 30 Mei 2023   18:06 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi melimpahnya ruang yang berbeda (Sumber gambar : wordpress.com)

Malam Kamis, ibunda dari anak-anak tiba-tiba mulai berfirasat aneh. Atau mungkin ada getaran rindu pada anak-anak, terutama anak kami yang kedua, laki-laki, kelas dua SMP. Mumtaz, panggilan anak kami.

Memang, sekitar tiga pekan lamanya kami tidak menjenguk ketiga anak kami di pondok pesantren, yang jaraknya lebih 90 km dari rumah kediaman kami.

Paling tidak sekali sebulan kami menjenguk anak-anak. 

Karena ada kebijakan liburan kurang dua pekan, kami langsung merencanakan untuk menjenguk sekaligus menjemput anak-anak di pondokannya.

Sebelumnya, terbaca di layar grup WhatsApp orang tua. Ternyata, ada sebagian orang tua santri menjemput anaknya di pondok karena sakit. Ibundanya anak-anak membatin. Apakah anakku yang laki-laki tidak sakit? 

Cukup lama ibundanya anak-anak menunggu kabar lewat ponsel. Ibundanya anak-anak mencoba untuk menghubungi pembinanya. Katanya, nanti hari Jumat bisa menghubungi anak-anak. Ok, saya iyakan. 

Hari Jumat, anak kami yang laki-laki menelpon (via ponsel). Berlangsung percakapan seadanya. "Sakitka bunda," tuturnya dengan suara agak loyo. Kata bundanya: "Sakit apaki nak?" "Demam naik turun bunda," jawab si anak lelakiku. "Coba pergi minta obat di poliklinik," ujar ibunda. "Jarang terbuka bunda," ketus anak lelakiku. "Ambil madu sama adikmu di pondok puteri," saran mendesak dari ibundanya. Sekedar info, pondok puteri letaknya satu kompleks dengan pondok putera. Cuma dipisahkan oleh tembok antara keduanya.

Terus, ibu Hikmah, wali kelasnya yang memfasilitasi pengambilan madu di tangan adiknya, Nida namanya.

Setelah si anak lelakiku yang sakit ngobrol via ponsel, gilirannya lagi Haya dan Nida, si sulung, si bungsu berceriwis ria dengan ibundanya, juga via ponsel. Syukurlah, kedua anak kami cerah ceria dengan ekspresinya yang berbeda karena lucu dan gemas.

Namun, malam Sabtu, kiriman foto si lelaki anak kami yang sakit dari pembinanya. Air mata ibundanya tidak berbendung, berkucuran lantaran sedih melihat anaknya yang sakit. Lalu, kami pun punya inisiatif untuk bersiap-siap menjemput anak-anak di pondoknya. Mumpun cuaca bersahabat, Sabtu malam kami meluncur ke Kota Makassar.

Intinya, ada gelembung rindu yang terpendam dan limpahan kasih sayang yang tidak terkira dari orang tua pada anak-anak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun