Mohon tunggu...
Ermansyah R. Hindi
Ermansyah R. Hindi Mohon Tunggu... Lainnya - Free Writer, ASN

Bacalah!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Keterusterangan Berbicara: Masa Kebangkitankah Intelektual Muda?

11 November 2022   09:05 Diperbarui: 12 November 2022   10:51 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Keterusterangan Berbicara (Sumber gambar : detik.com)

Keterusterangan berbicara kebenaran mengambil dari kata parrhesia yang pertama muncul dalam kesusastraan Yunani atas karya Euripides (484-407 SM) dan kata tersebut berkembang luas dalam dunia kesusteraan Yunani kuno hingga akhir Abad Kelima Sebelum Masehi.

Tetapi, ia masih dapat pula ditemukan dalam teks tertulis pada akhir Abad Keempat dan sepanjang Abad Kelima Masehi. Parrhesia ini selanjutnya dikembangkan oleh Michel Foucault dalam tradisi pemikiran filsafat di abad keduapuluh satu.

Lazimnya, parrhesia diterjemahkan dalam bahasa Inggris yang berarti “berbicara bebas-free speech” (dalam bahasa Perancis franc-parler, dan dalam bahasa Jerman dengan Freimüthigkeit). Parrhesiazomai atau Parrhesiazesthai adalah menggunakan Parrhesia, dan Parrhesiastes adalah orang yang menggunakan Parrhesia, yaitu: seseorang yang berbicara kebenaran. (Lihat Michel Foucault, Fearless Speech, Semiotext(e), Los Angeles, 2001, hlm. 11)

Bagi kaum intelektual muda, orang-orang perlu mewaspadai kebenaran yang terjatuh dalam dua jenis parrhesia, yaitu terdapat pengertian peyoratif hingga kata tersebut tidak terlalu jauh maknanya dari “ocehan,” yang terdiri dari perkataan sembarangan atau segala sesuatu terlintas dalam benak seseorang tanpa kualifikasi. Pengertian peyoratif teringat dalam Plato.

Misalnya, ada karakterisasi konstitusi demokratis yang buruk, dimana setiap orang memiliki hak untuk menyampaikan pesan sesama warga dan mengatakan mereka apa saja, bahkan hal-hal paling pandir atau berbahaya bagi warga kota. 

Luapan keterusterangan berbicara diantara kaum intelektual muda (mahasiswa) menggunakan parrheriazesthai berarti “mengatakan kebenaran” (to tell the truth)

Permasalahannya, apakah para parrhesiastes mengatakan apa yang pikirkan benar atau apakah yang dia katakan sungguh-sungguh benar? Kemudian, karenanya ciri-ciri parrhesia yang kedua adalah selalu ada kejadian yang kebetulan sekali antara keyakinan dan kebenaran (2001 : 14).

Memang benar, pertanyaan tersebut yang diajukan oleh Foucault boleh dikatakan berlaku bagi siapa saja yang menginginkan perkataan kebenaran sekalipun kebenaran sebagai permainan dan getir sekalipun. 

Hal yang menarik tatkala kaum intelektual muda-mahasiswa menentang ketidakadilan akibat kebijakan rezim kuasa yang menghianati rakyat ternyata gemanya begitu cepat merambat ke wilayah-wilayah tidak terduga episentrum pergerakannya.

Dalam kebenaran itulah muncullah rentetan pernyataan tajam dari berbagai kelompok kritis, termasuk kaum intelektual muda (mahasiswa) yang menentang atas pengesahan revisi UU KPK sebagai salah satu dari tujuh tuntutan. Apa tuntutannya?

Masih tercatat, diantaranya mendesak penundaan atas RKUHP, revisi UU KPK yang baru disahkan, mengadili elit yang bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan, menolak pasal-pasal bermasalah RUU Pertanahan, seperti bernuansa kolonial, menguntungkan pemodal besar hingga menolak RUU Pemasyarakatan yang memuat penghapusan aturan pengetatan remisi bagi terpidana korupsi dan obral remisi hak cuti  narapidana untuk jalan-jalan pergi ke mall, dan RUU Ketenagakerjaan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun