harga telur, engkau tetap Indonesiaku.Setelah ungkapan ini terkesan sudah basi, saya cukup terhibur dengan ungkapan anak gaul zaman now. Ciee, nasionalis nih!
Hari ceria sekaligus dahi berkerut. Meski dilonjakkan selonjak-lonjaknyaBolehlah, yang pokok jangan terburu-buru curiga itu ulah sang cukong. Nanti baperan lagi pengumbar perkara anti oligarki. Bukankah oligarki itu lagu lama, yang digembar-gemborkan sekarang? Sejauh itukah jalan ceritanya?
Aneh dan lucu, ketika berbicara tentang permasalahan dalam negeri, sedikit-sedikit larinya ke oligarki. Memangnya urusan dapur emak-emak di bawah bayang-bayang mereka? Padahal itu soal mitra suami dan isteri.
Bisa jadi, kita semua menjadi oligarkis tipis-tipis, di tempat dan situasi tertentu dalam pengertian luas. Hanya soal waktu dan kesempatan saja.
Begini saja gambaran sederhananya, yaitu bagi peran antara ayah dan ibu di rumah. Semisal, ‘ayahsentris’ atau ‘ibusentris’ tanpa pola kemitraan rumah tangga, itu bakal serupa bibit-bibit oligarki, yang akan ditularkan ke anak-anak dengan efek yang beragam.
Inginnya hanya seorang yang menguasai dapur hingga halaman rumah. Justeru kuncinya dalam rumah tangga itu sendirinya.
Meski emak-emak atau kita rakyat kecil kurang girang menghadapi harga telur melonjak, maka lebih penting hari ini bagaimana warganet dan lainnya untuk mengakhiri dahulu cuap-cuap yang mencurigai dan mencap oligarkis. Apa tidak ada pekerjaan selain itu?
Lalu, apa hubungannya dengan harga susu ikut naik?
Baik telur maupun susu termasuk sembilan bahan kebutuhan pokok. Masih ingatkah kita tentang tagline berbunyi: “Empat sehat, lima sempurna?” Kurang sedap rasanya jika telur tanpa susu. Ada resep coto ayam Makassar plus susu. Sedapnyo! Demikian kata orang Minang.
Secara langsung memang tidak berdampak. Sejak kita mendengar hingar-bingar pernyataan tentang imbas konflik Rusia-Ukrania, yang diprediksi turut memicu kenaikan harga susu dunia.
Beberapa negara mengalami penurunan produkdi susu, diantaranya susu bubuk utuh dan lemak maupun susu anhidrat.