Mohon tunggu...
Ermansyah R. Hindi
Ermansyah R. Hindi Mohon Tunggu... Lainnya - Free Writer, ASN

Bacalah!

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

BBM ala Ekonomi Libidinal yang Bikin Kita Terbelalak

23 September 2022   08:05 Diperbarui: 28 Februari 2024   12:57 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : detik.com,  8/09/2022

Percaya atau tidak. Bukan karena harga BBM naik, tetapi ekonomi libidinal yang bikin kita terbelalak? Meski belum sampai di depan mata kita, dengar-dengar rencana pemerintah akan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM).

Secara tidak langsung, BBM seolah "membius" kita dalam bentuk subsidi dan non subsidi. Keduanya menjadi permainan tanda. Tetapi, ia juga menghasilkan permainan akan perbedaan.

"Membius" dalam arti harga BBM naik ada yang terangsang dan tertantang, juga ada yang "terserah" saja bagaimana jalan keluarnya.

Sudah tentu, ada yang pro dan yang kontra. Hal biasalah itu dalam 'pergolakan' harga BBM di pasar.

Pihak lain, melihat harga minyak dunia relatif stabil. Mengapa harga BBM kita dinaikkan? Pertanyaan canggih, secanggih kondisi ekonomi negeri ini.

Beban fiskal amat berat. Timbang-timbang, rantai krisis kesehatan global pandemi beserta dampaknya.

Terutama, perekonomian nasional butuh anggaran biaya untuk memulihkannya. Alasan ini dianggap ngawur dan berkelas receh. Justeru karena kondisi belum pulih seratus persen, maka Presiden Jokowi mengingatkan agar hati-hati dalam soal hajat hidup orang banyak.

Nilai tukar rupiah kita berbeda dengan nilai tukar uang negara-negara lain yang berada "di atas angin." Dari kondisi itulah, negara kita akan menuju ke sana. Satu diantaranya, mencoba kebijakan harga BBM naik. Secara bertahap ke arah tingkat pendapatan per kapita seperti negara-negara maju.

Kayak bahasa menteri keuangan saja yang memutuskan kebijakan. Padahal saya juga baru belajar tentang BBM yang "heboh" dan "ideal." Saya berbeda, karena petinggi adalah ahlinya.

Berbeda dalam melihat BBM sebagai sesuatu adalah wajar-wajar saja, selama itu bebas dalam berpikir atau saya belum berpikir apa-apa.

Saya berbeda bukan dalam melihat rada-rada cara produksi atau "hantu" Marxis atau cara produksi kapitalis. Ehem. Saya lebih memilih untuk membuang kedua cara produksi tersebut ke bui di tengah lautan. Sekalian kedua mimpi itu raib di ruang hampa udara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun