Mohon tunggu...
Erlangga Danny
Erlangga Danny Mohon Tunggu... Lainnya - Seorang yang bermimpi jadi penulis

Wat hebben we meestal doen, bepalen onze toekomst. Daardoor geschiedenis is een spiegel voor toekomst. Leben is een vechten. Wie vecht niet, hij zalt in het gedrang van mensen verpletteren.

Selanjutnya

Tutup

Beauty

Isbal Itu Haram, Benarkah?

21 Juli 2021   21:30 Diperbarui: 24 September 2021   05:36 421
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beauty. Sumber ilustrasi: Unsplash

Persoalan ini memang seringkali menjadi perdebatan di kalangan umat Islam di Indonesia. Hal ini lantaran dilatarbelakangi oleh orang-orang yang memahami hadits berdasarkan dari satu riwayat saja mengenai hadits menjulurkan kain hingga ke bawah mata kaki. Sebagian yang lain hanya memahami berdasarkan dua riwayat saja.

Orang-orang yang keliru memahami hadits seringkali keblinger ketika menjadikan itu sebagai amalan mereka. Mengenai hadits ini, akhirnya banyak orang (laki-laki) yang kemudian memakai celana di atas mata kaki dengan anggapan kalau mereka sudah mengikuti sunnah nabi. Terkadang yang lebih mengherankan lagi, sebagian yang berpenampilan seperti itu mencela orang yang tidak memakai pakaian di atas mata kaki.

Mereka yang memakai celana di atas mata kaki seringkali menyandarkan hadits nabi bahwa orang yang memakai kain yang dibawah mata kaki akan masuk neraka. Benarkah orang yang memakai kain ataupun celana hingga menjulur hingga ke bawah mata kaki akan masuk neraka? Lalu bagaimana cara memahami hadits ini berdasarkan kaidah ilmu hadits yang ditetapkan para ulama hadits?

Hadits yang sering disandarkan oleh orang-orang pada umumnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dalam kitab Shohih Bukhori No. 5787 sebagai berikut:

حَدَّثَنَا آدَمٌ حَدَّثَنَا شُعْبَةٌ حَدَّثَنَا سَعِدٌ بْنُ أبِيْ سَعِيْدٍ الْمُقْبُرِيُّ عَنْ أبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ : مَا أسْفَلَ مِنَ الْكَعْبَيْنِ مِنَ الْإزَارِ فَفِيْ الْنَّرِ

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Adam, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, telah menceritakan kepada kami Said bin Abu Said Al-Muqburi, dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi s.a.w berkata, "Bagian kain yang menutupi hingga ke bawah mata kaki, maka (ia) berada di neraka".[1]  

Lalu ada lagi riwayat lain dalam kitab yang sama di nomor hadits nomor 5788 sebagai berikut:

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللهُ بْنُ يُوْسُفٍ أخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ أبِيْ الزِّنَادِ عَنِ الأعْرَجِ عَنْ أبِيْ هُرَيْرَةَ أنَّ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ : لاَ يَنْظُرُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إلَى مَنْ جَرَّ إزَارَهُ بَطَرًا

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Yusuf, telah mengabarkan kepada kami Malik, dari Abu Zinad, dari A'raj, dari Abu Hurairah, bahwasannya Rasulullah s.a.w. bersabda, "Allah swt tidak akan melihat pada hari kiamat siapa yang menjulurkan kainnya karena sombong."[2]

Baik, sebelum kita kupas permasalahan ini, kita perlu memahami bahwa hadits adalah satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Oleh karena itulah untuk memahami suatu hadits, kita tidak bisa hanya bersandar pada satu riwayat saja tanpa melihat riwayat yang lain. Sehingga, maksud dari hadits itu menjadi jelas.

Dalam isi suatu hadits, ada suatu riwayat yang sifatnya umum, tetapi di riwayat yang lain dengan tema yang sama, ada riwayat yang bersifat khusus. Maka, isi hadits yang sifatnya umum itu, harus dipahami dengan isi yang sifatnya khusus. Sebagaimana dalam memahami ayat dalam Al-Quran.

Ada hadits yang redaksinya bersifat muthlaq (pengertian luas), muqayyad (pengertian terbatas), mujmal (global), dan mubayyin (penjelas). Maka redaksi yang bersifat muthlaq, perlu dipahami dengan pengertian muqayyad. Begitu pula hadits yang mujmal, harus dipahami dengan pengertian mubayyin.

Berpijak pada satu riwayat hadits saja, terkadang bisa menimbulkan pemahaman sesat. Dalam hal ini, ada beberapa langkah dalam metode memahami hadits tematik ini, antara lain:

  1. Mengumpulkan seluruh jalur riwayat hadits yang memiliki tema yang sama melalui berbagai kitab induk hadits;
  2. Mengkritisi manakah dari riwayat hadits yang telah dikumpulkan itu riwayat yang shohih dan riwayat yang dhoif;
  3. Mengambil riwayat mana yang shohih lalu kita tinggalkan yang tidak shohih, mengambil hadits yang berlaku dan meninggalkan yang tidak berlaku seperti hadits yang telah dinasakh (dihapus);
  4. Mengambil teks-teks hadits yang petunjuk maknanya jelas kemudian kita seleksi teks-teks hadits yang maknanya tidak jelas;
  5. Yang terakhir yakni menafsirkan teks-teks hadits yang tidak jelas petunjuk maknanya dengan teks-teks hadits yang petunjuk maknanya jelas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Beauty Selengkapnya
Lihat Beauty Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun