Mohon tunggu...
Erista Marsya
Erista Marsya Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi Fakultas Ilmu Sosial UNJ

"Belajar Untuk Beproses. Berproses Untuk Bermakna. Bermakna Untuk Hidup." Kunjungi WordPress saya di opininiitu.wordpress.com untuk melihat tulisan lainnya.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Pergerakan Pemuda dalam Penolakan UU Cipta Kerja

6 November 2020   20:59 Diperbarui: 6 November 2020   21:41 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi oleh penulis pada Aksi #TolakOmnibusLaw 4 Maret 2020

Menilik Persoalan UU Cipta Kerja 

Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja per tanggal 5 Oktober 2020 sudah sah menjadi Undang-undang (UU) Cipta Kerja dan ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada 2 November 2020 menjadi UU Nomor 11 Tahun 2020. UU ini sebelumnya dipersiapkan oleh Pemerintah untuk dijadikan sebuah skema dalam upaya membangun perekonomian Indonesia agar mampu menarik investor supaya lebih mudah untuk menanamkan modalnya di Indonesia dan dapat menurunkan presentasi pengangguran. Awal keberadaan RUU tidal lepas dari banyaknya polemik dan kontroversi di masyarakat Indonesia, bahkan sampai sekarang sudah ditandatangani pun demikian.

Permasalahan yang menjadi polemik dan kontroversi yang utama ada pada proses pembuatan dan pasal-pasal yang ada dalam draft. Begitupun yang dikemukakan oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta. Pada proses pembuatan UU Cipta Kerja ini mengalami cacat formil. Pengujian secara formil adalah pengujian yang berkaitan dengan proses pembuatan undang-undang telah sesuai atau tidak dengan prosedur yang ditetapkan. Dalam konteks ini berarti dalam penyusunan UU Cipta kala itu harus sesuai dengan UU Nomor 15 Tahun 2019 (perubahan atas UU Nomor 12 Tahun 2011) tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Penyusunan undang-undang yang bertentangan dengan UU Nomor 15 Tahun 2019 dapat dikatakan mengandung cacat formil. Hal ini salah satunya dapat dilihat pada Pasal 5 (lima) tentang Asas Peembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang yang mana berdasarkan pasal ini berarti penyusunan UU Cipta Kerja melanggar asas "keterbukaan". Penyusunan UU terkesan ditutup-tutupi, bahkan masyarakat luas ataupun kelompok yang akan terdampak pun saat perancangannya sulit mendapatkan akses untuk memperoleh naskah akademik dari RUU Cipta Kerja. Partisipasi masyarakat kelas bahwa yang terdampak ataupun serikat buruh tidak dikutsertakan dalam menyusun RUU Cipta Kerja. Masyarakat pun seharusnya memiliki hak untuk memberikan masukan secara lisan/tertulis dalam pembentukan perundang-undangan seperti yang tertuang dalam pasal 96.

Selain persoalan pada sisi hukum, UU Cipta Kerja juga bermasalah pada pasal-pasal didalamnya, seperti pada ranah ketenagakerjaan dan lingkungan. Terdapat beberapa catatan pada klaster ketenagakerjaan yang diungkapkan oleh Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) yang merupakan poin-poin krusial di dalam RUU Cipta Kerja saat itu. Ada sebanyak enam poin catatan, di antaranya Hubungan dan Status Kerja, Pengupahan (Upah/Gaji), Waktu Kerja dan Istirahat, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), Tenaga Kerja Asing (TKA), dan Sanksi Pidana. Enam catatan ini juga dilayangkan oleh GSBI dalam "Surat Terbuka GSBI Menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja" untuk Ketua DPR RI. UU Cipta Kerja pun memilki dampak dalam hal lingkungan. UU yang terdampak adalah UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH). Berdasarkan Analisis Seri #2 ICEL "Pelemahan Instrumen Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam RUU Cipta Kerja" terdapat lima bahasan utama terkait dampak UU Cipta Kerja pada ranah lingkungan.  Lima catatan pokok dari bahasan ICEL, di antaranya perizinan berbasis resiko yang berpotensi melemahkan pelindungan lingkungan hidup, berkekurangannya makna perizinan lingkungan, menyempitkan ruang partisipasi publik dan akses masyarakat terhadap informasi lingkungan, pengawasan kepatuhan yang diprediksi akan semakin lemah, serta tidak jelasnya konsep pertanggungjawaban mutlak. Catatan-catatan ini mencerminkan bahwa Pemerintah abai dalam kelestarian lingkungan hanya karena untuk lancarnya investasi masuk ke Indonesia.

Peran Pemuda dalam Pergolakan UU Cipta Kerja 

Dalam aksi penolakan RUU Cipta kerja kala itu (sekarang sudah ditandatangani oleh Presiden) menuai banyak massa aksi dari berbagai kalangan. Massa aksi yang turun pada penolakan RUU Cipta Kerja di berbagai daerah itu di antarnya terdapat masyarakat sipil seperti kelas pekerja/buruh, petani, nelayan, tokoh agama, dan tak terkecuali pemuda yang tergabung pada aliansi mahasiswa ataupun pelajar. Peran pemuda bersama masyarakat sipil lainnya dalam hal ini bersama-sama menggerakan aksi #CabutOmnibusLaw atau #JegalSampaiGagal untuk mencapai tujuan bersama, yaitu mencabut RUU Cipta Kerja.

Sebelum membahas lebih jauh terkait peren pemuda dalam pergolakan UU Cipta Kerja, baiknya kita bahas konsep dasar dari pemuda itu sendiri. Jika kita melihat pandangan Taufik Abdullah terkait pemuda, ia mengartikannya bahwa pemuda merupakan generasi baru dalam sebuah komunitas masyarakat untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. Pemuda adalah seseorang yang memiliki rentang umur 16 -- 30 tahun yang berpotensi untuk membangun bangsa menjadi lebih maju dengan perubahan-perubahan yang dibawa olehnya serta semangat yang menggelora.  

Pemuda memilki beberapa sifat atau karakteristik dalam menjalankan kehidupannya yang berkaitan dengan konteks tulisan ini. Pertama, mengaktualisasi diri, yaitu memiliki arti bahwa pemuda memilki keinginan untuk selalu tampil dan menyalurkan pikirannya. Dengan adanya isu terkait Omnibus Law dan/atau RUU Cipta Kerja yang memilki polemik dan pasal kontroversi membuat pemuda ingin turut mengkaji naskah akademik dan draf RUU Cipta Kerja. Setelah mengkaji isu, pemuda langsung menyuarakan apa yang dipikirkannya dari hasil kajian dan diskusi. Suara-suara pemuda menggema melalui berbagai cara dan media, seperti media sosial, diskusi publik, sampai turun ke jalan menyuarakan penolakan. Aksi-aksi penolakan yang dijalankan oleh pemuda di dalamnya bisa kita lihat pada aksi seperti pada tanggal 4 Maret, 16 Juli, 6 -- 8 Oktober, dan 28 Oktober 2020 yang bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda ke-92.

Kedua, pemuda memilki idealisme. Idealisme adalah suatu keyakinan atas suatu hal yang dianggap pemuda benar, bersumber dan terakumulasi dari pengalaman, pendidikan, ataupun kebiasaan. Pemuda dalam hal ini memilki prinsip yang kuat atau tidak goyah terhadap sesautu yang dianggapnya benar dan harus diperjuangkan. Setelah pemuda mengkaji RUU Cipta Kerja kala itu dan menganggap bahwa ada kesalahan-kesalahan dalam proses pembuatannya sehingga dapat mengebiri demokrasi, maka ia tak segan untuk melakukan suatu tindakan untuk menyuarakannya terus menerus. Walaupun situasi pandemi Covid-19 dan kondisi sekarang sudah disahkan menjadi UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, tetapi gerakan-gerakan perlawanan tetap nyala. Ketiga, pemuda memilki sifat resistensi. Sifat ini menunjukan bahwa pemuda melakukan sebuah perlawanan, seperti halnya demonstrasi. Pemuda dalam merespon penyusunan serta pengesahan UU Cipta Kerja banyak terjadi perlawanan-perlawanan di berbagai wilayah, seperti di Jakarta, Bandung, Surabaya, Tanggerang, Cirebon, Yogyakarta, Sumatera Utara, dan wilayah lainnya.

Untuk itu, pemuda jika kita lihat dari kaca mata Karl Marx tentang Perjuangan Kelas terdapat korelasi di antaranya. Pada diri individu pemuda terdapat jiwa resistensial yang ingin memperjuangkan dirinya atau kehidupan masyarakat. Aktivitas atau tindakan pemuda selalu berorientasi pada tindakan untuk perubahan. Aksi penolakan sampai perlawanan terhadap UU Cipta Kerja sebagai bentuk dari perjuangan kelas yang dilakuakn pemuda bersama masyarakat sipil lainnya. Mereka berjuang atas dasar anggapannya bahwa UU Cipta Kerja ini berisikan pasal yang hanya berpihak pada penguasa dan kaum elit. Banyak hal/kelompok yang dapat menjadi korban atau tertindas dari pengesahan UU Cipta Kerja, seperti dampak kepada buruh, petani, nelayan perempuan, masyarakat adat, sampai dampak pada lingkungan hidup.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun