Mohon tunggu...
erisman yahya
erisman yahya Mohon Tunggu... Administrasi - Menulislah, maka kamu ada...

Masyarakat biasa...proletar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mendadak Ulama

8 Agustus 2018   23:38 Diperbarui: 8 Agustus 2018   23:49 680
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: WordPress.com

Kalau tiba-tiba ada orang menjadi penyanyi dangdut alias mendadak dangdut, itu mungkin hal yang biasa. Tapi kalau ada orang yang tiba-tiba menjadi ulama atau mendadak ulama, itu hemat saya sesuatu yang mustahil. Impossible. Mungkin orang itu lebih tepat disebut bergaya mirip-mirip ulama!

Beberapa tahun belakangan ini, tentu saja di negeri kita Indonesia, saya melihat ada fenomena orang ingin kembali ke agama (baca: Islam). Mungkin karena tidak menemukan kebahagian atau ketenangan batin, orang lalu berusaha mencari saluran lain, yakni agama. Tentu saja hal ini sesuatu yang sangat baik.

Tiba-tiba orang-orang yang selama ini hanya sibuk dengan ilmu-ilmu umum (duniawi), berlomba-lomba belajar agama. Sekali lagi, tentu saja hal ini sesuatu yang sangat kita harapkan. Good!

Hanya seiring dengan berjalannya waktu, fenomena berlomba-lombanya orang yang ingin kembali ke ajaran agama itu, ternyata juga menimbulkan implikasi-implikasi lain yang menurut hemat saya agak negatif (kalau tak boleh disebut jelek bahkan berbahaya).

Misalnya, tiba-tiba mereka-mereka yang baru belajar ilmu agama itu merasa sudah paling faham tentang seluk-beluk pemahaman dalam ajaran Islam. Seolah sudah menguasai semua bidang dalam ajaran Islam. Padahal selidik punya selidik, mereka-mereka itu baru membaca satu dua buah buku tentang ajaran agama Islam. Itu pun biasanya hanya buku terjemahan.

Lebih menyedihkan lagi, pengetahuan yang mereka peroleh ternyata lebih banyak didapatkan dari membuka internet. Sementara mereka tidak menyadari atau mengetahui dengan pasti kebenaran dari apa yang mereka baca atau lihat di internet itu. Sangat mungkin, yang dibaca itu ternyata ajaran yang menyesatkan.

Implikasi lebih lanjut yang membuat hati lebih miris lagi, biasanya orang-orang itu lalu memiliki pemahaman dan sikap yang sempit. Kaku. Jumud, kata orang Arab. Hanya dia yang benar. Orang lain salah semua. Hanya dia yang akan masuk surga. Orang lain masuk neraka semua. Na'uzubillah tsumma na'uzubillah.

Mereka biasanya juga terperangkap dengan simbolisasi. Tiba-tiba pakai jubah kemana-mana. Tak lupa jenggot agak memanjang dan dahi terlihat agak menghitam. On the mak...

Wahai umat manusia, sungguh tidaklah mudah menjadi ulama itu. Kata "ulama" itu saja bermakna memiliki banyak ilmu pengetahuan. Hanya orang-orang pilihan yang dikaruniai Tuhan menyandang gelar "ulama" itu.

Proses menjadi ulama tentu tidaklah seperti proses mendadak dangdut. Ia sudah belajar ilmu agama sejak di dalam rahim lewat senandung ibunya. Lalu bertungkus lumus selama puluhan tahun dengan berbagai kitab dan bacaan sembari dibimbing oleh banyak guru (mu'allim/mursyid) yang sangat memahami ilmu-ilmu agama. Ia juga harus menyesuaikan antara kata dan perbuatannya. Istiqamah dalam kebenaran. Sabar dalam keta'atan. Itu pun bahkan belum jaminan akan menjadi seorang ulama jika tidaklah karena karunia Tuhan YME.

Sungguh wahai umat manusia, tidaklah mudah menjadi ulama. Maka, jika ada orang yang menganggap remeh ulama. Menghina ulama. Apalagi menganggap ulama tidak layak dan tidak pantas menjadi pemimpin, seperti halnya menjadi Wakil Presiden atau bahkan Presiden, barangkali orang itu memang tidak tahu dan tidak mengerti bagaimana sulitnya menjadi ulama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun