Mohon tunggu...
erisman yahya
erisman yahya Mohon Tunggu... Administrasi - Menulislah, maka kamu ada...

Masyarakat biasa...proletar

Selanjutnya

Tutup

Politik

ASN dan Media dalam Pilkada: Netral dalam Ketidaknetralan

22 Januari 2018   21:32 Diperbarui: 22 Januari 2018   22:05 743
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: politik.rmol.co

Akhir-akhir ini, Aparatur Sipil Negara/ASN (dulu lebih populer dengan sebutan PNS) kembali menjadi sorotan. Bukan karena kasus korupsi. Tapi karena sebentar lagi bakal digelar Pilkada serentak di 171 daerah di Tanah Air.

Trus, apa hubungannya dengan ASN? Ya, hubung-hubungin aja, hehehe...Dulu, wa bilkhusus di zaman Orde Baru, antara ASN dan calon kepala daerah (incumbent) seperti orang berpacaran. Saling bantu dan saling dukung. Tapi, begitu masuk era reformasi, hubungan itu putus. ASN tidak boleh lagi terlibat dukung-mendukung calon. ASN sebagai abdi negara yang berdiri di atas semua pihak dan golongan harus netral.

Untuk itu, dibuatlah berbagai macam aturan dan larangan. Mulai dari aturan menteri hingga Komisi ASN. Saking banyaknya aturan, saya pun sampai tidak hafal. Pokoknya, intinya, ASN tidak boleh sedikitpun. Sekali lagi, sedikitpun, menguntungkan salah satu bakal calon atau calon kepala daerah!

Untuk menegakkan aturan itu, Bawaslu sebagai wasit pun mulai menunjukkan taringnya. Nampaknya, Bawaslu sekarang tidak ingin hanya sekedar menjadi asesoris pelengkap. Ibarat ayam jago, Bawaslu kini lah kodok manggarenteng (proaktif). Konon di beberapa daerah, Bawaslu sudah memanggil beberapa pejabat penting karena dinilai memihak salah satu bakal calon. Bahkan Bawaslu menurut salah satu berita sudah berani menetapkan seorang pejabat/birokrat tertinggi di suatu kota untuk diberikan teguran karena dinilai bersikap memihak.

Meski wajib bersikap netral, berbeda dengan TNI/Polri, ASN ternyata tetap punya hak pilih. Hmm...Netral dalam ketidaknetralan!

Tiba-tiba seorang rekan saya sesama ASN bersungut. "Kalau ASN wajib bersikap netral, seharusnya media massa (cetak, elektronik maupun online) sebagai salah satu pilar demokrasi juga punya sikap yang sama. Termasuk para wartawannya. Harus netral. Itu baru fair,"sergahnya.

"Bawaslu panggil juga media atau wartawan yang tidak netral itu," desaknya lagi.

Sebagai orang yang pernah berkecimpung di dunia jurnalistik dan bermaksud sedikit membela, saya pun buru-buru memperlihatkan beberapa berita dari media online yang menegaskan bahwa Dewan Pers dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) baru-baru ini juga sudah meminta agar media dan para juru berita wajib bersikap NETRAL.

Bahkan PWI, menurut Ketua Dewan Kehormatan PWI Pusat, Ilham Bintang, akan membentuk Tim Khusus untuk mengawasi anggotanya di seluruh Indonesia. Jika ada yang melanggar, maka PWI siap memberi sanksi tegas.

Saya pribadi salut dengan sikap PWI itu. Memang begitulah seharusnya bila kita ingin demokrasi berjalan secara tidak pincang. Jangan biarkan media bersikap partisan. Barangkali, sikap Dewan Pers dan PWI ini bisa menjadi pedoman bagi Bawaslu dalam mengambil tindakan hukum.

Meski wajib netral, wartawan tentu tetap punya hak pilih. Hmm...sama juga dengan ASN: Netral dalam ketidaknetralan! Wallahu'alam.     

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun