Mohon tunggu...
Eri Kurniawan
Eri Kurniawan Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Saya pelajar, pengajar dan orang yang akan senantiasa 'kurang ajar' (dalam makna positif). Sekarang sedang belajar di kota Iowa, negerinya Bang Obama. Motto: "Teruslah merasa kurang ajar, karena kalau merasa terpelajar, kamu akan berhenti belajar."

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Empat PSK Dibui?

18 April 2011   16:52 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:40 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Lagi-lagi, berita semacam ini muncul dari situs koran lokal kampus, bukan koran lokal Indonesia. Mengapa menarik? Karena kasusnya terjadi di sebuah negara yang berprinsip 'kebebasan'. Bukan bebas dalam arti bebas sebebas-bebasnya. Melainkan, bebas dalam artian ruang untuk 'berekpresi' (terma ini pun sebenarnya harus didefinisikan dulu dengan jelas) lebih leluasa dibanding dengan negara kita. Contoh sederhana, di sini kita bisa dengan entengnya menemukan toko 17+ yang khusus menjajakan produk semisal DVD, video dan tektek bengek-nya. Menikah semasa jenis sudah diakui oleh negara. Dan contoh lainnya.

Di negara kita, mana ada toko 17+ (atau toko orang dewasa) bisa dengan bebas tersebar di sudut kota? Tokonya sendiri, saya yakin, ada tapi sifatnya sembunyi-sembunyi. Begitu pun dengan pernikahan sesama jenis. Mungkin di negara kita ada, kita tidak bisa menafikan hal ini, namun tidak ada pengakuan secara sosial dan legal-formal. Secara umum, dalam banyak hal, prinsip agama dan norma sosial diterjemahkan dalam aturan hukum.

Untuk masalah prostitusi ini, negara kita agak kewalahan. Sepertinya, ada aturan yang melarang praktik ini. Tapi, realitas berkata lain. Aturan itu sepertinya tidak begitu digubris baik oleh pihak berwenang atau pelaku. Mungkin karena masalah sangat kompleks. Tapi, selama saya di tanah air, saya belum pernah mendengar PSK yang ditangkap dan bahkan sampai dipenjara. Berita yang sering muncul di layar kaca atau koran, PSK kena operasi Satpol PP, dibawa ke markas (mungkin diberi penyuluhan setelah sebelumnya didata) dan dikirimkan ke panti sosial. Sampai-sampai, di sebuah negara bermayoritas muslim ini, ada lokalisasi segala. Entah seperti apa bentuk regulasinya, tapi terkesan seolah PSK ini diposisikan sebagai profesi.

Di AS pun, sepertinya masalah prostitusi tidak jauh beda. Bahkan, bisa jadi lebih 'ganas' dan 'ekstrim'. Pernah saya menonton acara reality show aksi polisi yang menangkap seorang pelaku PSK yang sedang melancarkan aksinya bersama kliennya di atas bumper mobil di jalanan. Siang-siang lagi. Lokalisasi pun pastinya banyak bertebaran di negeri Paman Sam ini, terutama di kota-kota seperti Las Vegas yang tersohor dengan sin city-nya (lit: kota dosa). Namun, yang cukup mengejutkan adalah fakta bahwa prostitusi ini sebenarnya ilegal di AS kecuali di negara bagian Nevada. Dan, bagi yang tertangkap melakukan praktik ini, hukumannya cukup tegas, yakni penjara.

Itulah inti dari berita pendek yang saya baca dari koran lokal kampus. Empat orang PSK dipenjara gara-gara tertangkap basah memesan kamar hotel untuk melayani kliennya. Polisi bertindak atas laporan dari warga yang mencurigai adanya praktik prostitusi ini. Inilah satu hal yang patut diacungi jempol. Sekalipun masyarakat AS terlihat individualistik dan mungkin acuh, tapi mereka begitu peduli dengan ketertiban sosial. Jika ada aktivitas mencurigakan di lingkungannya, mereka tidak segan-segan menelpon polisi.

Hukuman untuk empat orang ini, kabarnya, berupa penjara maksimal dua tahun dan denda maksimal 6.250 dollar atau setara dengan Rp. 50.420.000 (dengan kurs rupiah 8.672). Saya mempunyai dugaan, hal yang mirip juga ada dalam aturan hukum kita (mudah-mudahan). Tapi, mungkin, jenis dan tingkat hukumannya berbeda. Belum lagi penerapannya yang sepertinya masih jauh dari harapan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun