Mohon tunggu...
ERIKA PUTRI
ERIKA PUTRI Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

If happiness doesn't come to you, create it

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sambang Buyut Cungking, Tradisi Luhur yang Berakhir Wisata

12 April 2021   10:34 Diperbarui: 12 April 2021   12:11 841
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apakah kalian mengenal Kota Banyuwangi? ya, kota yang mendapat julukan The Sunrise Of Java, Kota Gandrung, dan yang paling populer adalah Kota Santet, tidak asing dong pastinya saat mendengar julukan ini he he... yang perlu kalian tahu tentunya santet bukan merupakan adat atau tradisi masyarakat asli Banyuwangi ya.

Memiliki berbagai macam keindahan budaya, adat istiadat, bangunan, bahkan pesona alam yang memukau, menjadikan Banyuwangi sebagai destinasi wisata yang wajib dikunjungi.

Kali ini, saya akan bercerita mengenai tradisi yang ada di lingkungan rumah saya, yaitu tradisi Sambang Buyut Cungking, tepatnya di Lingkungan Cungking, Kelurahan Mojopanggung, Kecamatan Giri, Banyuwangi. Meskipun lingkungan tempat tinggal saya ini sudah memasuki perkotaan, namun tradisi dan budayanya masih sangat kental dan tetap dilestarikan hingga kini.

Sambang Buyut Cungking, merupakan kegiatan yang rutin dilakukan warga menjelang bulan suci Ramadhan, sebagai bentuk penghormatan terhadap leluhur desa. Tradisi ini diawali dengan mencuci kafan penutup makam atau disebut juga dengan ritual resik lawon dimana kain kafan sepanjang 110 meter ini dicuci di sungai di Banjarsari yang jaraknya 3 kilometer dan harus ditempuh dengan berjalan kaki. uniknya, ini semua dilakukan oleh laki-laki. Sementara warga lainnya menunggu air sisa perasan lawon yang dipercaya membawa berkah, dapat menyembuhkan penyakit bahkan melindungi sawah dari hama. Kain kafan yang sudah dicuci dan dikeringkan itu dikembalikan ke makam buyut Cungking.

Setelah ritual resik lawon selesai, Sambang Buyut Cungking dilaksanakan dan diikuti oleh warga sekitar dengan menggelar doa bersama, serta menyampaikan permohonan maaf bila ada kesalahan selama rangkaian ritual dilaksanakan, kegiatan ini merupakan ungkapan terima kasih atas jasa buyut Cungking.

Satu hal lagi, setelah rangkaian ritual adat selesai. Di hari yang sudah ditentukan, warga akan berkumpul dan bersiap-siap. Ya, mereka melakukan perjalanan ke Gunung Baluran. Warga akan menyewa angkutan umum atau mobil pribadi sebagai transportasi menuju Gunung Baluran. Gunung Baluran merupakan kampung halaman buyut Cungking, selain melakukan napak tilas perjalanan buyut Cungking, di sana warga juga bisa menikmati keindahan hutan baluran beserta pantainya.

Tak hanya menjalankan tradisi yang wajib dilestarikan, warga juga bisa menikmati perjalanan wisata yang sangat indah, ditambah lagi kegiatan ini dapat mempererat tali silaturahmi dan menjaga hubungan baik antar warga setempat.

Siapakah buyut Cungking? mengapa begitu dihormati? jadi, Buyut Cungking alias Ki Wongso Karyo adalah orang pertama yang membabat alas (membuka hutan) dan menjadikannya pemukiman penduduk yang ada sampai sekarang. Pemukiman ini bernama Cungking, bukan tanpa arti, nama cungking merupakan singkatan dari kuncung wingking (kuncir belakang) yang diambil dari penampilan rambut buyut Cungking. Ki Wongso memiliki kesaktian yang sudah dikenal sejak kecil. Salah satu kesaktiannya adalah mengusir burung yang ada disawah dengan berlari di atas tali.

Berkat kesaktian yang dimiliki Ki Wongso ini, maka tak heran walaupun sudah meninggal, banyak peziarah yang datang untuk menggelar doa agar keinginannya lekas terkabul. 

Percaya atau tidaknya itulah tradisi yang sudah turun menurun dijalankan...

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun