Mohon tunggu...
Erik Kurniawan
Erik Kurniawan Mohon Tunggu... Freelancer - Aktivis Pergerakan Pemuda

Sekretaris di Pimpinan Anak Cabang Gerakan Pemuda Ansor di Ponorogo. Hobi Menulis, Berfikir Besar, Kemudian Bertindak. Murid Ideologis Tan.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Polemik Istilah Halal Bihalal dan Kesalahan Kita

4 Mei 2022   22:24 Diperbarui: 4 Mei 2022   22:32 537
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Bagi seorang seperti penulis, tempat dimana ia berpijak adalah sebuah tempat yang bisa jadi terletak agak jauh dari hiruk pikuk dunia akademik dan literasi dengan bermacam dinamikanya. Hal ini tentu menjadi pelecut tersendiri untuk terus memperkuat kemampuan dan wawasan dalam berliterasi yang baik dan benar. Sampai disini, jadikan paragraf awal tulisan ini sebagai semacam "disclaimer" untuk memaklumi isi kepala penulis yang tentu sangat faqir. Hehe.

Beberapa hari belakangan, cukup marak polemik dan tarik menarik originalitas istilah halal bihalal. Apakah itu sebuah istilah ciptaan KH Wahab Hasbullah sesuai klaim kalangan Nahdliyin selama ini, ataukah sebuah istilah yang berasal dari kalangan Muhammadiyah dengan pembuktian empiris berupa koran terbitan belanda dan brosur yang dikeluarkan Majalah Suara Muhammadiyah tahun 1344 H / 1926 M yang berisi ajakan mengisi ruang advertorial. Terlepas dari keriuhan yang mengarah pada perdebatan orisinalitas ini, penulis mencoba berlepas diri dari keterlibatan pada salah satu kubu dengan mengurai benang merah terkait konteks dinamika kedua organisasi massa terbesar di Indonesia diatas.

Sebuah istilah, sejatinya tidak menemui urgensi untuk diperdebatkan manakala kita sama-sama memakai dan mempunyai kesepakatan dalam hal definisi. Sebuah istilah menjadi populer pasti ada pencetus di belakangnya, seperti halnya "istilah-istilah anak Jaksel" akhir-akhir ini. Mereka yang mempopulerkan tentu akan dianggap sebagai "trendsetter" bahkan "pembuat", terlepas apakah istilah itu orisinal buatan mereka ataukah tidak. 

Penulis rasa, istilah halal bihalal menemui titik temu dan pemupusan perdebatan jika dibenturkan pada konteks ini. Sebuah hal yang ambigu jika tiba-tiba ada polemik orisinalitas yang sereceh itu. Kecuali jika ada motivasi tertentu untuk sekedar membunuh waktu luang. Hehe.

Dan di waktu luang pasca silaturahmi lebaran ini, penulis mencoba merangkai kata menjadi sebuah tulisan. Silahkan dibaca jikalau berkenan, dirasa tidak penting 'boleh di skip kok'.

Terlepas dari polemik apalah tersebut diatas, jika merunut pada tahun kronologi pemakaian istilah Halal bi Halal, penulis jadi menaruh curiga pada sosok KH Wahab Hasbullah. Ya, seperti yang kita ketahui, KH Wahab Hasbullah adalah seorang playmaker politik di Nahdlatul Ulama. Istilah halal bihalal dimunculkan oleh beliau, pasti tidak hanya sekedar untuk solusi politis guna mengurai ketegangan dan dinamika politik yang terjadi pasca kemerdekaan di tahun 1948. Penulis meyakini ada maksud lain yang tersirat untuk menimbulkan efek domino yang berkelanjutan, yang bahkan mungkin termasuk prediksi munculnya polemik tentang orisinalitas istilah halal bihalal baru-baru ini. Sebuah pandangan yang jauh ke depan, mengingat kapasitas Kyai Wahab yang bukan orang sembarangan.


Kesimpulan penulis menemui titik konklusi saat berkaca pada tubuh Muhammadiyah pasca lahirnya Majelis Tarjih di tahun 1928 atas prakarsa KH Mas Mansur. Di akar rumput, munculnya Majelis Tarjih dianggap sebagai titik awal mencuatnya istilah Muhammadiyah dan Dahlaniyah, hingga memunculkan argumen-argumen yang sejatinya masih jauh dari definisi yang rigid dan bersepakat antar 2 pihak yang saling berbeda argumentasi dalam berbagai diskursus, misalnya antara Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama. Sebuah kemunculan hal baru (Majelis Tarjih) yang pantas dikatakan sebagai pangkal "perseteruan cum perdebatan" amaliyah antara 2 ormas ini.

Mengutip tulisan Kyai Nurbani Yusuf di situs http://www.klikmu.co/ : "Membangun citra bahwa Muhammadiyah bukan Dahlaniyah justru melahirkan disparitas paradigmatik yang tidak argumentatif. Sebab memisahkan Kyai Dahlan dengan Muhammadiyah berdampak pada hilangnya spirit gerakan. Meniadakan peran Kyai Dahlan di Muhammadiyah dengan berbagai alasan termasuk menghindari kultus adalah cara pandang absurd yang lemah. Tak perlu paranoid sebab jamaah Muhammadiyah tak akan melakukan itu. Kyai Dahlan dan Muhammadiyah adalah kesatuan utuh yang tidak boleh dipisah, baik ideologis, kultural maupun sosial. Kyai Dahlan adalah Muhammadiyah itu sendiri."

Berkaca pada otokritik Kyai Nurbani pada Muhammadiyah diatas, penulis kian meyakini bahwa tujuan Kyai Wahab Hasbullah memunculkan istilah ini sebagai sinyalemen agar kader Muhammadiyah tidak melakukan apa yang dikatakan oleh Kyai Nurbani diatas. Sebuah isyarat cinta yang tersirat untuk organisasi massa besar yang dimasa depan akan menjadi salah satu dari 2 pilar kokoh Indonesia, selain Nahdlatul Ulama. Sebuah efek domino yang di"create" secara halus agar Muhammadiyah tidak berjarak dengan ajaran Kyai Ahmad Dahlan.

Lantas mengapa penulis sampai pada kesimpulan demikian? Terang saja, ditahun 1928 adalah masa dimana NU yang didirikan dengan nuansa tradisionalis Islam masih belum genap berusia 2 tahun. Muhammadiyah yang mengusung konsep pembaharuan, tidak lepas dari pemodernan dan purifikasi sekaligus. Hal ini tentu berimplikasi pada segmentasi pasar yang harus berbeda dari kalangan tradisionalis (NU). Konteks pembagian segmen pasar ini sejatinya adalah pembagian wilayah dakwah di masa itu. 

Terlepas dari bejibun hal yang terkesan harus beda, penulis menangkap bahwa seorang KH Wahab Hasbullah sebagai salah satu pendiri ormas yang notabene lebih muda, seakan mengingatkan kepada kakak kandungnya agar raganya tetap membumi meskipun jiwanya melangit. Artinya, Muhammadiyah sebagai gerakan pembaharu Islam jangan sampai melupakan peninggalan dan ajaran pendiri Muhammadiyah dan muassis perjuangan di Muhammadiyah (konteks saat itu). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun