Mohon tunggu...
Erik Kurniawan
Erik Kurniawan Mohon Tunggu... Freelancer - Aktivis Pergerakan Pemuda

Sekretaris di Pimpinan Anak Cabang Gerakan Pemuda Ansor di Ponorogo. Hobi Menulis, Berfikir Besar, Kemudian Bertindak. Murid Ideologis Tan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Nahdlatul Ulama dan Perekonomian Indonesia

30 Januari 2022   07:30 Diperbarui: 30 Januari 2022   07:33 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Membincang Nahdlatul Ulama, ormas terbesar di Indonesia ini tentunya akan sangat sangat naif jika serta merta menafikan peran NU dalam menggerakkan perekonomian Indonesia. NU yang sejak dulu lebih dominan dalam hal keagamaan, terbukti membantu perekonomian banyak masyarakat yang utamanya kalangan akar rumput dan ekonomi lemah untuk mandiri di bidang ekonomi hanya dengan fatwa-fatwanya.

Hal ini sama sekali bukan klaim sepihak, apalagi sebuah pernyataan yang berangkat dari sikap-sikap inferioritas. Satu contoh mudah adalah NU tidak ikut mengharamkan praktik kenduri dan tahlilan seperti halnya kaum penganut puritanisme yang berkoar dan berkhotbah tentang konsep pemurnian Islam, tentang jargon kembali kepada Al Qur'an dan Hadist. Meski di konteks Indonesia hal ini terkait erat dengan sejarah, dimana NU termasuk ormas tertua yang lebih dulu mengakar dan berkembang di bumi Nusantara ketimbang golongan kaum puritan pengusung konsep transnasional yang datang baru beberapa dekade belakangan.

NU dalam perjalanan berkhidmah nyaris 1 abad ini dengan segala kekuatan dan kapasitasnya, jika pernah sekali saja mengeluarkan fatwa haram  untuk kenduri/tahlilan, haqqul yaqin bisa menghancurkan tidak sedikit perekonomian masyarakat. Hitung saja, setiap ada acara kenduri berapa "budget" yang dengan entengnya dikeluarkan shohibul hajat untuk membeli berbagai macam keperluan. Mulai dari minyak, garam, gula, kecap, serta deretan sembako dan bumbu-bumbu untuk keperluan dapur lainnya. Kemudian pedagang ceting plastik, plastik kresek, kotak snack/nasi, dan berbagai perlengkapan lain untuk mengemas makanan/minuman. Belum lagi ada efek domino ke petani kecil, kuli angkut pasar, penyedia jasa transportasi, buruh angkut, tukang parkir, dan banyak lagi jenis bidang jasa/usaha lain yang terkait. Coba telaah, berapa juta masyarakat Indonesia yang akan terimbas hanya dengan sebuah fatwa haram kenduri/tahlilan?

Nahdlatul Ulama dengan arif dan bijaksananya mendakwahkan Islam Rahmah, Islam Wasathiyah, Islam Moderat yang merangkul bukan memukul, mengajak bukan mengejek, menyayangi bukan menyaingi, mendidik bukan membidik, membina bukan menghina dan membela bukan mencela. Dengan Islam Nusantaranya menawarkan dan mempromosikan model berislam Indonesia sebagai role model yang tidak harus membenturkan agama dengan budaya, namun juga tidak mengarah kepada sinkretisme beragama. Dan bahkan jauh sebelum kajian moderasi beragama dimunculkan, NU sudah lebih dahulu melakukan dan mengajarkan. Menjadi NU, menjadi moderat, menjadi poros tengah, dan menjadi solusi yang solutif.

NU tidak mengharamkan kenduri/tahlilan, tidak mengharamkan rokok, tidak mengharamkan ziarah kubur, tidak mengharamkan ini itu bukan semata karena syariat agama atau tentang pilihan beragama yang notabene sebuah kebebasan dan hak asasi manusia. NU melakukan hal ini lebih karena mempertimbangkan dan memandang kemashlahatan bersama. Dimana pada akhirnya, berawal dari sebuah pandangan untuk kemashlahatan mampu membantu negara dalam menggerakkan roda ekonomi. Utamanya di kalangan rakyat kecil yang belum maksimal mendapatkan pembelaan dari negara dan dari mereka yang mengaku wakil rakyat. Jika bukan sesamanya, siapa lagi yang akan membela mereka? Kesimpulannya, masih banyak orang baik di negara yang gemah ripah loh jinawi ini. Jika anda tidak mampu menemukannya, maka jadilah salah satunya. Diantaranya dengan aksi kecil dengan tidak begitu mudahnya mengharamkan ini itu tanpa mempertimbangkan segi maslahahnya. Berfikir universal dan menebar cinta yang menyemesta, bukan dengan parsial dan kepicikan semata. Demikian, semoga bermanfaat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun