Mohon tunggu...
Erick Mubarok
Erick Mubarok Mohon Tunggu... Petani - Penulis

Petani yang sedang belajar komunikasi | Penyuka sejarah | Penonton dagelan | Gooner dan Bobotoh

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Selamat Tinggal UN

11 Desember 2019   10:49 Diperbarui: 11 Desember 2019   11:05 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Akhirnya, pemerintah melalui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim secara resmi menghapus Ujian Nasional (UN) dan keputusan tersebut mulai berlaku di tahun 2021, UN akan diganti dengan asesmen kompetensi. Tahun 2020 akan menjadi terakhir kali UN diselenggarakans sebagai basis pengukuran keberhasilan siswa dalam akademik di jenjang Sekolah Dasar hingga atas.

Jika kita menilik sejarah bagaimana wacana penghapusan UN ini rasanya begitu panjang dan terkesan hanya menjadi wacana yang menguap menghiasi  jagat media daring dan medsos tanpa pernah ada realisasi pasti. Sejak dicetuskan pertama kali oleh Menteri Pendidikan Nasional di era Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) Bambang Sudibyo pada 2005 lalu, wacana penghapusan UN kerap mencuat.

Mengutip Kompas (kompas.com) wacan penghapusan UN di mulai sejak era M Nuh sebagai Mendikbud, pada akhir 2013, ia menyatakan menghapus pelaksanaan UN untuk level sekolah dasar (SD) dan sederajat. Penghapusan ini tertuang pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan atas PP Nomor 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Kebijakan ini hanya sepotong di tingkat SD, dan UN diganti dengan Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN.

Kemudian berlanjut di era Anies Baswedan sebagai Menteri Kebudayaan dan Pendidikan Dasar dan Menengah pada 2015, wacana penghapusan UN kembali muncul. Anies menilai UN hanya membuat stres dan tekanan pada siswa dan akan diganti UN bukan alat ukur kelulusan tapi alat pembelajaran. Wewenang kelulusan akan diserahkan ke sekolah.

Namun, wacana itu menguap lagi seiring dengan penolakan tegas dari Jusuf Kalla (JK) yang kala itu menjadi Wakil Presiden. Dengan tegas JK mengatakan UN adalah alat ukur mendasar yang dapat meningkatkan kualitas pendidikan. Satu ungkapan dari JK pada 30 Maret 2015 yang kemudian menghanguskan wacana penghapusan UN adalah "pilih 100 Siswa Stres atau 10 Juta Bodoh?" (sumber: Tempo.co)

Berlanjut di masa Muhadjir Effendy yang menggantikan Anies Baswedan pada 2016. Muhadjir pun sama, mewacanakan penghapusan UN dengan istilah moratorium pelaksanaan UN 2017 dengan solusi penerapan Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) yang mengedepankan ujian dengan soal-sola esai untuk mendeteksi kemampuan berpikir kritis siswa.

Lagi-lagi, senasin dengan Anies, Muhadjir tak berkutik, gagasannya diterpa angin yang dihembuskan Wakil Presiden Jusuf Kalla saat itu. Akhirnya, Presiden Joko Widodo memutuskan agar pelaksanaan UN tetap dilakukan pada tahun 2017. Keputusan itu diambil di dalam rapat kerja terbatas kabinet pada 12 Desember 2016.

Selepas Pilpres 2019, Joko Widodo yang terpilih lagi menjabat kali kedua, secara mengejutkan meminang Nadiem Makarim, anak muda yang jadi Bos Gojek sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Sontak, pilihan Jokowi mendapat respon negtif dari beberapa kalangan, banyak alasan yang mencuat: Nadiem tak pernah mengenyam pendidikan di dalam negeri, Nadiem anak muda yang tak punya kompetensi secara akademik menggawangi bidang pendidikan bahkan sampai urusan keluarganya yang kena semprot publik.

Namun, Jokowi punya pandangan jauh dan visioner. Entitas Nadiem di Gojek dengan perubahan yang berpatokan pada masa depan, dilihat Jokowi menjadi warna baru mengobati kualitas pendidikan yang selam bertahun-tahun beranjak tak sumringah. Terbukti nilai PISA Indonesia jeblok di urutan 74 dari 79 negara. Belum soal kualitas guru, kondisi guru honorer dan sederet aktvitas reguler yang dilakukan guru seperti RPP yang nyatanya tidak mampu memberi dampao positif bagi peningkatan kualitas pendidikan Indonesia.

Kekhawatiran dan hasil analisis Mendkibud Nadiem Makarim terhadap kondisi pendidikan dalam negeri kemudian menghasilkan beberapa putusan akhir Mas Menteri: Tahun 2020, USBN diganti ujian (asesmen) yang diselenggarakan hanya oleh sekolah. Kedua, tahun 2020 adalah terakhir kali UN dilaksanakan. Dan tahun 2021 UN diubah menjadi asesmen kompetensi minimum dan survei karakter.

Ketiga, penyederhanaan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sehingga guru bebas memilih, membuat, menggunakan dan mengembangkan format RPP. Tujuannya agar guru lebih banyak waktu untuk mempersiapkan dan mengevaluasi proses pembelajaran itu sendiri. Dan keempat, sistem zonasi yang tidak melihat perbedaan situasi di daerah dan tingkat pemerataan guru, Mas Menteri membuat kebijakan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) lebih fleksibel untuk mengakomodir ketimpangan akses dan kualitas di berbagai daerah. Jalur zonasi hanya memakai kuota 50% PPDB.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun