Mohon tunggu...
Erenzh Pulalo
Erenzh Pulalo Mohon Tunggu... Musisi - Memanfaatkan Waktu untuk Menulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Manfaat waktu untuk menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menanti 'Helai Felesai' tahun 2022 oleh Masyarakat Kampung Ayapo

23 Januari 2022   13:50 Diperbarui: 23 Januari 2022   14:03 631
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Pengiringan Suling Tambur oleh masyarakat kampung Ayapo/Sumber: Dokumen Pribadi

Tak henti-hentinya, tak kalah dan luntur budaya di Papua yang terus beranak cucu dari penerus yang satu ke penerus lainnya. Walaupun dunia termakan globalisasi namun budaya tak terlupakan yang dilaksanakan terus menerus oleh masyarakat Papua.


Seperti yang diungkapkan oleh Taylor dalam Soekanto bahwa budaya atau kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan lain kemampuan-kemampuan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat.

Pengetahuan akan budaya sangatlah penting guna menjaga dan melestarikan budaya agar tidak punah dan tidak termakan oleh globalisasi.

Banyak budaya akhir-akhir ini mulai punah diakibatkan oleh perkembangan jaman dan juga sistem pertumbuhan penduduk yang tidak mengenal akan pentingnya budaya. Namun berbeda dengan budaya yang ada diujung timur Indonesia, ya Papua. Mereka masih menganggap bahwa budaya adalah roh leluhurnya sehingga mereka sangat menghargai dan mempertahankannya.

Banyak budaya dilakukan terus menerus di setiap pelosok negeri cenderawasih ini. Sebut saja festival 'Lembah Baliem' yang dilakukan oleh masyarakat Pegunungan Tengah Papua terlebih tempatnya dilakukan di kabupaten Jayawijaya, festival 'Budaya Asmat' yang dilakukan oleh masyarakat Asmat guna menunjukkan keahlian ukiran pahat kayunya yang sangat terkenal di dunia, festival 'Teluk Humboldt' yang selalu dilakukan oleh masyarakat kota Jayapura tiap tahunnya.

Namun disamping itu ada juga salah satu adat istiadat atau budaya yang dilakukan terus menerus oleh masyarakat kampung Ayapo berupa 'Helai Felesai'.

Istilah 'Helai Felesai'' diambil dari bahasa Sentani timur lalu dikaitkan dengan perayaan tahun baru sehingga secara sederhana 'Helai Felesai' adalah acara penutupan tahun baru.

'Helai Felesai' tiap tahun dari generasi ke generasi terus dilakukan oleh masyarakat kampung Ayapo distrik Sentani timur kabupaten Jayapura Papua. Salah satu tujuan dilakukannya guna mengucap syukur akan pentingnya perjalanan satu tahun.

Perayaan ini dilakukan agak sedikit berbeda, pertama: masyarakat menari di pagi hari atau sering disebut 'Menyambut Fajar'. Tarian ini dilakukan sejak pukul 03.00 subuh dengan menggunakan perahu Jonson lalu memutar musik sambil menari.

Masyarakat yang menari tidak sembarang orang namun yang mempunyai 'Anakhoyo' di Ayapo. sebutan 'Anakhoyo' yang artinya tempat lahir atau kampung milik ibu / mama. Mereka ini disebutkan menggunakan bahasa Sentani timur 'Manggauw Fafa''. Para 'Manggauw Fafa' inilah yang selalu meriahkan 'Helai Felesai' di kampung Ayapo tiap tahun.

Kedua yang paling dinanti-nantikan oleh masyarakat Ayapo ialah tarian oleh seluruh 'Manggauw Fafa'' pada sore hari dengan diiringi suling tambur yang dimainkan oleh beberapa pria yang betul-betul mengenal dan mengetahui setiap musik dan lagu tahun baru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun