Mohon tunggu...
Rahmad Widada
Rahmad Widada Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis, penyunting buku. Publikasi: 1. Saussure untuk Sastra (metode kritik sastra). 2. Gadis-gadis Amangkurat (novel) 3. Jangan Kautulis Obituari Cinta (novel). 4. Guru Patriot: Biografi Ki Sarmidi Mangunsarkoro.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Koreksi yang Kurang Tepat untuk Sebutan Yang Terhormat

1 November 2022   08:07 Diperbarui: 1 November 2022   08:14 488
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Di situs-situs dunia maya seperti blog milik para guru, pewara (MC, master of ceremony) profesional, sekolah, situs resmi pemerintah daerah, majalah pendidikan, saya berkali-kali mendapati koreksi terkait dengan sebutan yang terhormat yang biasa digunakan orang dalam berpidato. 

Dikatakan oleh para pengoreksi itu bahwa sebutan yang terhormat tidak boleh digunakan berulang kali untuk orang yang berbeda-beda. Menurut mereka sebutan itu hanya bisa ditujukan untuk satu orang. Alasannya ialah sebutan itu bermakna 'yang paling dihormati'. Tidak logis jika orang yang  paling dihormati itu lebih dari satu.

Rupanya awalan ter--- di situ telah dipahami sebagai imbuhan yang membawa implikasi makna superlatif (keadaan paling unggul di antara yang lainnya). Lebih jauh, kata hormat di situ telah dipahami dalam kategorinya sebagai kata sifat. Dengan demikian, terhormat disamakan kasus pembentukannya dengan kata bentukan seperti tercantik,  terpandai, terbanyak, dan terbodoh.

Akan tetapi, benarkah demikian? Saya menyangkalnya. Memang benar bahwa kata hormat termasuk ke dalam golongan kata sifat.  Namun, di samping itu, harus diingat bahwa kata hormat juga termasuk ke dalam golongan kata benda. 

Hormat sebagai kata sifat berarti 'khidmat, menghargai, takzim, sopan'. Adapun sebagai kata benda, hormat berarti 'perbuatan yang menandakan rasa khidmat atau takzim seperti 'menunduk, menyembah' (Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Edisi IV, Cet. I, Penerbit Gramedia Pustaka Utama, 2008: 507).

Dengan demikian, pelekatan awalan ter--- pada kata hormat (sebagai kata sifat) menimbulkan arti 'paling khidmat', 'paling sopan', 'paling menghargai'. Meskipun menurut kaidah berbahasa hal ini bisa diterima, dalam praktiknya penggunaan seperti ini nyaris tidak pernah hadir.  Sebagai contoh, cermatilah kalimat ini:

 Anak bungsu kami adalah anak yang terhormat kepada kami dibandingkan kakak-kakaknya. 

Kalimat tersebut mengandung arti bahwa 'anak bungsu kami adalah anak yang paling menghargai, paling takzim, paling sopan kepada kami dibandingkan dengan kakak-kakaknya'. 

Perhatikan bahwa frasa yang terhormat dalam contoh kalimat itu mengandung pengertian yang berbeda, bahkan berkebalikan, dengan pengertian yang terhormat dalam pidato. Dalam contoh itu yang terhormat adalah 'pihak yang menghormati', sedangkan dalam pidato adalah 'pihak yang dihormati'.

Mengapa demikian? Karena sebutan terhormat dalam pidato itu tidaklah lahir dari proses pelekatan awalan ter--- pada kata hormat dalam kategorinya sebagai kata sifat. Dalam hal ini, kasus pembentukannya berbeda dari kata bentukan seperti tercantik,  terpandai, terbanyak, dan terbodoh. 

Yang sebenanya terjadi ialah bahwa kata bentukan terhormat dalam pidato itu berasal dari pelekatan awalan ter--- pada kata hormat dalam kategorinya sebagai kata benda. Pembentukannya dalam hal ini sama, misalnya, dengan kata bentukan seperti ternoda, tersiksa, tergores, atau terluka. 

Dengan demikian, awalan ter--- dalam hal ini mengandung arti 'dapat, layak dikenai' atau 'dalam keadaan' dengan berbagai variannya seperti 'diliputi' (hormat), 'dikenai' (siksa), 'dalam keadaan' (luka) dan lain-lain. Sebutan yang terhormat dalam pidato, juga korespendesi, tidak mengandung arti 'yang paling dihormati', tetapi 'yang (layak) dihormati'--- dalam bahasa Inggris: honorable. Jadi, tidak ada makna superlatif di sini!

Dengan demikian, menggunakan sebutan yang terhormat secara berkali-kali untuk menghormati orang-orang yang berbeda bukanlah tindakan berbahasa yang keliru, baik dari segi kaidah ataupun maknanya. Praktik berbahasa tersebut tidak perlu dikoreksi. Yang perlu dikoreksi justru adalah koreksi-koreksinya yang kurang tepat dalam mengambil alasan atau pijakan pemahaman. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun