Mohon tunggu...
Rahmad Widada
Rahmad Widada Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis, penyunting buku. Publikasi: 1. Saussure untuk Sastra (metode kritik sastra). 2. Gadis-gadis Amangkurat (novel) 3. Jangan Kautulis Obituari Cinta (novel). 4. Guru Patriot: Biografi Ki Sarmidi Mangunsarkoro.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Perempuan di Titik Koma

24 Oktober 2022   16:28 Diperbarui: 24 Oktober 2022   16:30 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Bung Noorham pernah mengeluh, bahwa ia mulai kewalahan menangani seri psikologi yang selama ini disatukan dengan sastra dan filsafat. Seri Psikologi untuk Semua Orang mendapatkan respons bagus di pasaran." JK berkata dengan nada bangga. Lalu sambil menunduk dan mengelap kacamatanya, ia melanjutkan, "Anak itu butuh asisten."  Setelah mengenakan kacamatanya lagi dan bergumam "oke," JK bertanya, "Anda biasa menulis?"

 

"Sekadar pernah. Tentang pendidikan dan cerita anak-anak."

 

"Cukup bagus untuk magang pada Bung Noorham. Ia guru yang hebat. Saya yakin Anda bisa belajar cepat. Dan itu sangat masuk akal. Saya sangat mendukung Bung Noorham untuk mengangkat asisten, tapi entahlah pihak manajemen. Mereka enggan menambah anggota dewan redaksi. Efisiensi, efisiensi! Itu saja yang mereka dengungkan. Saya harap mereka juga mulai berpikir bahwa rentangan sayap Gabriel Books yang kian lebar itu butuh energi yang makin besar pula."

 

Yerma terdiam. Suatu masalah yang rumit membayangi benaknya. Apa jadinya jika Yerma, si "plonco" itu dalam waktu singkat langsung masuk jajaran dewan redaksi, yah meskipun sebatas magang asisten editor? Tidakkah ada Hilda yang lebih senior? Bagaimana pula nanti menghadapi Mas Bachtiar, koordinator tata letak yang telah belasan tahun di Gabriel Books dan sering menggerutu, "Silakan diseting sendiri kalau masih belum puas!" Juga Neti di bagian administrasi, yang suka menyuruhnya dengan penuh gaya untuk membantu mengoreksi surat-surat? Belum lagi menghadapi Mang Kahar dan anak buahnya di percetakan. Mereka dengan semacam "kesadaran kelasnya" telanjur menempatkan jajaran redaksi sebagai orang-orang pintar yang digaji besar hanya untuk menuding kesalahan dari ruang kerja mereka yang nyaman.

 

Namun, sebenarnya ada yang lebih rumit yang mulai mencengkeram Yerma. Cengkeraman itu datang berbarengan dengan genggaman tangan JK yang memberinya selamat atas kinerja Yerma yang baru saja dipujikannya. Meskipun benar Yerma telah bekerja maksimal, ia merasa ucapan selamat dan jabat tangan itu terlalu dicari-cari. Lebih-lebih sebelum Yerma meninggalkan ruangan itu, tiba-tiba dengan canggungnya JK memuji baju yang dikenakannya. Sejak kapan JK peduli dengan warna baju budak tinta? Namun, sebagai sopan santun, Yerma mengucapkan terima kasih sewajarnya. Dengan itu Yerma berharap bahwa bayangan samar tentang JK yang mencoba memerankan diri sebagai Don Juan akan hilang. Mungkin JK baru saja membaca buku-buku semacam "Manajer yang Tersenyum" atau "Memimpin Manusia".

 

Menjelang istirahat, ikon pesan di layar komputer Yerma yang terhubung dalam LAN mengisyaratkan ada pesan masuk. Buru-buru Yerma membukanya. Ternyata dari JK. Tulisnya, "Yerma, tolong, saya dibungkuskan makan siang kalau ke kantin. Bisa, kan?"  Yerma membalas pesan itu dengan "Ok." JK memang kadang kala makan di kantin depan percetakan. Tapi, minta dibungkuskan pada karyawan adalah hal baru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun