Mohon tunggu...
EquaLaws Consultant
EquaLaws Consultant Mohon Tunggu... profesional -

The Counselor II Non partisan II Dalam keadilan, ada kebenaran... #Salam keadilan... ;)

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Ganti Kerugian Rp 300 Ribu, Masih Pantaskah?

21 Februari 2015   22:39 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:45 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14245293891329733635

[caption id="attachment_398516" align="aligncenter" width="600" caption="©Beritagar.com & Hukumonline.com - Ganti Rugi Keterlambatan untuk Penumpang Pesawat Terbang"][/caption]

Sebagaimana kita ketahui bersama, pemberitaan terkait delay-nya pesawat Lion Air sejak Rabu kemarin (18/2/2015) masih ‘membahana’ sampai dengan hari ini dan penulis pun ikut prihatin. Menteri Perhubungan Jonan pun ikut bicara atas peristiwa dimaksud. Beliau berbicara terkait service recovery dan ketiadaan sanksi bilamana maskapai lalai menjalankannya. "Kasus lion itu adalah kasus menelantarkan penumpang yang sudah diatur di Peraturan Menteri Perhubungan No 77 tentang service recovery namun tidak ada sanksinya bila lalai dijalankan," ujar Jonan kepada detikcom, Sabtu (21/2/2015).

Penasaran dengan Peraturan Menteri Perhubungan No. 77, penulis pun kemudian mencari tahu atas hal ini. Akhirnya didapatlah Peraturan Menteri Perhubungan Nomor: PM 77 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara (“Permenhub 77”) yang kemudian diubah dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor: PM 92 Tahun 2011 Tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor: PM 77 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara (“Permenhub 92”). Ketentuan Permenhub 77 yang awalnya diundangkan pada tanggal 10 Agustus 2011, serta mulai berlaku 3 (tiga) bulan sejak diundangkannya, kemudian dengan diundangkannya Permenhub 92 pada tanggal 7 November 2011 keberlakuannya dimulai pada tanggal 1 Januari 2012. Adapun peraturan ini ini terdiri dari 10 (sepuluh) Bab dan 29 (duapuluh Sembilan) Pasal. Dalam ketentuan Pasal 10 Permenhub 77, dimungkinkan adanya penggantian kerugian atas delay-nya penerbangan, sebagaimana dinyatakan sebagai berikut:

“Jumlah ganti kerugian untuk penumpang atas keterlambatan penerbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a ditetapkan sebagai berikut:

a. keterlambatan lebih dari 4 (empat) jam diberikan ganti rugi sebesar Rp 300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah) per penumpang;

b. diberikan ganti kerugian sebesar 50% (lima puluh persen) dari ketentuan huruf a apabila pengangkut menawarkan tempat tujuan lain yang terdekat dengan tujuan penerbangan akhir penumpang (re-routing), dan pengangkut wajib menyediakan tiket penerbangan lanjutan atau menyediakan transportasi lain sampai ke tempat tujuan apabila tidak ada moda transportasi selain angkutan udara;

c. dalam hal dialihkan kepada penerbangan berikutnya atau penerbangan milik Badan Usaha Niaga Berjadwal lain, penumpang dibebaskan dari biaya tambahan, termasuk peningkatan kelas pelayanan (up grading class) atau apabila terjadi penurunan kelas atau sub kelas pelayanan, maka terhadap penumpang wajib diberikan sisa uang kelebihan dari tiket yang dibeli.”

Tak ingin masuk ke dalam substansi permasalahan aquo dikarenakan baru pada pekan depan Kemenhub masih ingin memanggil pihak Lion Air. Pada kesempatan ini penulis hanya ingin menyampaikan sekelumit pendapat, tentunya hanya sebagai contoh, apakah nilai penggantian kerugian atas keterlambatan penerbangan masih pantas diberikan kepada penumpang sebesar Rp 300.000,00 (tigaratus ribu rupiah) saja..?? Tentunya pertanyaan ini didasarkan pada aturan formal yang berlaku. Marilah kita cermati pertama kali pada Permenhub 77 juncto Permenhub 92 itu sendiri ("Permenhub Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara").

Bilamana kita melihat Pasal 15 Permenhub Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara, sebagai berikut: “Besaran ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 7, Pasal 10, dan Pasal 14, ditetapkan berdasarkan kriteria: a. tingkat hidup yang layak rakyat Indonesia; b. kelangsungan hidup Badan Usaha Angkutan Udara; c. tingkat inflasi kumulatif; d. pendapatan perkapita; e. perkiraan usia harapan hidup; dan f. perkembangan nilai mata uang.” Artinya ada beberapa faktor yang mempengaruhi dari nilai ganti kerugian dimaksud dan jika kita cermati tentunya sejak Permenhub Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara diundangkan sampai dengan saat ini, telah terjadi beberapa perubahan yang substansial pada faktor-faktor tersebut. Sebagai contoh, inflasi pada Agustus 2011 sebesar 4,79%, sedangkan pada bulan Januari 2015 besarnya inflasi 6,96%. Kemudian pendapatan nasional per kapita pada tahun 2011, bila didasarkan atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan 2000, besarnya adalah 6 171 342.87 dan 6 171 342.91. Sedangkan pendapatan nasional per kapita 2013 (angka sangat sementara) adalah sebesar 32 463 736.28 dan 9 798 899.43.

Lain lagi dengan nilai mata uang Rupiah, maka per Rabu Kemarin nilai Rupiah terhadap USD adalah sebesar 12,868.00 (jual) dan 12,740.00 (beli). Kemudian bila kita lihat pada tanggal 10 Agustus 2011, maka nilai USD adalah sebesar 8,573.00 (jual) dan 8,487.00 (beli). Jika demikian, maka pertanyaannya adalah masih pantaskah nilai yang tertera pada Permenhub 77 tersebut bila dilihat dengan beberapa perubahan faktor yang mempengaruhinya?

#SalamKeadilan..

Referensi:
- Berbagai sumber

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun