Mohon tunggu...
Fajar Perada
Fajar Perada Mohon Tunggu... Jurnalis - seorang jurnalis independen
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pernah bekerja di perusahaan surat kabar di Semarang, Jawa Tengah

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Golkar Tak Perlu Khawatir Terhadap Narasi Perpecahan

21 November 2019   18:30 Diperbarui: 21 November 2019   18:33 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para pimpinan Partai Golkar bersatu di Rampinas. (foto: kompas.com)

JAKARTA - Menjelang Munas Partai Golkar 3-6 Desember mendatang, nama Airlangga Hartarto terus melambung. Ketua Umum Partai Golkar ini sudah didukung oleh 33 dari 34 DPD 1 untuk dipilih kembali. Bahkan mereka mengusulkan agar dilakukan lewat keputusan musyawarah mufakat kemudian aklamasi.

Dalam Rapimnas Golkar pekan lalu, para pimpinan DPD 1 sepakat kompetisi pemilihan tak dibutuhkan lagi karena bisa mengancam keutuhan partai Golkar. Apalagi jika terjadi kompetisi secara terbuka  yang mengarah ke money politik.

Dukungan DPD 1 kepada Airlangga juga didasari berbagai factor. Mulai dari kesuksesan mengawal Golkar lolos dari badai politik era sebelumnya, hingga menempatkan partai beringin menduduki kursi terbanyak kedua di DPR RI. Bahkan Airlangga mampu mengantar Bambang Soesatyo untuk menduduki kursi Ketua MPR RI. Jabatan ini tak pernah dikuasai Golkar sejak era reformasi.

Namun semua prestasi Airlangga itu sepertinya tak dilihat lagi oleh kubu yang tak sejalan dengannya, yang dipimpin oleh Bamsoet sendiri. Padahal sebelumnya sudah ada "kesepakatan", antara Airlangga dan Bamsoet. Jika Airlangga menugasi Bamsoet ke MPR maka Bamsoet mendukung Airlangga di Golkar.

Namun kubu Bamsoet sepertinya ingin mendapatkan kue jabatan yang lebih besar lagi. Bamsoet dan pendukungnya seperti memilih untuk mbalelo (berontak). Mereka tetap ingin maju dalam munas yang Artinya membuat kompetisi terbuka dan membuka peluang konflik internal Golkar.

Tak hanya itu, Bamsoet dan pendukungnya yang merasa kecewa, kini mengumbar pernyataan tentang Golkar yang akan pecah jika tak ada pemilihan ketua umum. Golkar akan berkonflik jika pemilihan dilakukan secara aklamasi. Narasi negatif ini kemudian berlanjut kemungkinan adanya Golkar tandingan.

Golkar Tandingan 

Munculnya Golkar tandingan bukan sesuatu yang baru. Munas Golkar di Bali pada 2014 yang kemudian muncul tandingan Munas di Ancol tahun yang sama memang membuat Golkar terpecah. Kemungkinan seperti ini diungkapkan oleh kubu Bamsoet sehingga menjadi sebuah momok yang membuat ketakutan anggota dan kader Partai Golkar.

Namun Airlangga Hartarto dan pendukungnya tak perlu khawatir. Kedekatan Menko Perekonomian itu dengan pemerintah atau Presiden Joko Widodo membuat Golkar tandingan akan layu sebelum berkembang. Pasalnya lewat serangkaian pujian dan dukungan implisit, Jokowi memberikan angin untuk Airlangga Hartarto.

Hal ini membuat Airlangga akan mulus untuk mendaftarkan Partai Golkar yang dipimpinnya sebagai partai yang diakui oleh pemerintah lewat Kemenkum HAM.

Menurut UU No 2 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas UU No 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik, peran pemerintah sangat menentukan legalitas sebuah partai politik. Hal ini pernah dialami oleh Abu Rizal Bakrie yang sempat pecah karena munculnya Golkar yang dipimpin Agung Laksono. Airlangga memiliki akses ke pemerintah yang lebih kuat untuk membuatnya unggul jika kelak ada partai tandingan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun