Mohon tunggu...
Fajar Perada
Fajar Perada Mohon Tunggu... Jurnalis - seorang jurnalis independen
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pernah bekerja di perusahaan surat kabar di Semarang, Jawa Tengah

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Awas Amandemen UUD 1945 Bisa Hidupkan Pengaruh MPR seperti Era Orba

27 September 2019   21:06 Diperbarui: 27 September 2019   21:48 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sidang Umum MPR RI (foto: cnbindonesia.com)

GBHN mengasumsikan orang yang menetapkan GBHN lebih tahu arah pembangunan ini harus ke mana dibandingkan dengan aktor politik atau presiden yang terpilih belakangan. GBHN niscaya di era sebelum reformasi lantaran pemerintah memang memiliki agenda untuk berkuasa dalam jangka waktu lama.

Bagaimana sikap Presiden Jokowi sendiri terhadap rencana sejumlah partai politik mengubah konstitusi atau amendemen UUD 1945 tersebut? Jokowi mengisyaratkan keberatannya terhadap rencana yang dapat bermuara kepada perubahan sistem pemilihan presiden secara langsung di masa depan tersebut. Meski tidak secara langsung menolak rencana amendemen UUD 1945, Jokowi mengomentari potensi perubahan sistem pemilihan presiden dari hasil perubahan konstitusi tersebut.

Sebagai presiden yang dua kali dipilih oleh rakyat lewat pemilihan presiden langsung, dia tidak setuju jika presiden dipilih oleh MPR. Jadi, mana mungkin Jokowi mendukung rencana tersebut?

Ke depannya, jika amandemen diberlakukan, seorang tukang kayu seperti Jokowi tidak bisa lagi jadi presiden--sebagaimana keajaiban yang diperolehnya pada kontestasi pilpres 2014.

Dari persfektif lain, ketidaksetujuan Jokowi terhadap amandemen Pasal 2 dan 3 UUD 1945 untuk menghidupkan kembali GBHN yang memberi kewenangan lebih besar terhadap MPR memberi pengaruh pada kontestasi perebutan kursi ketua umum Partai Golkar 2019-2024.

Seperti diketahui, pucuk pimpinan partai berlambang pohon beringin tengah diperebutkan oleh dua tokoh yang sama-sama disebutkan dekat dengan Jokowi. Yakni, Airlangga Hartarto dan Bambang Soesatyo.

Airlangga Hartarto adalah inkumben ketua umum partai, yang diduduki sejak medio 2017, sementara Bambang Soesatyo saat ini masih menjabat ketua DPR--yang akan habis masa jabatannya 1 Oktober mendatang, menyusul pelantikan anggota DPR 2019-2024.

Dari eskalasi perebutan kursi ketua umum Partai Golkar itu, Jokowi disebut-sebut cenderung lebih mendukung Airlangga Hartarto yang selama ini sudah memberi kontribusi besar sebagai pembantunya di kabinet.

Jokowi sepertinya terkesan dengan sikap para politisi Partai Golkar yang ngotot menolak dihidupkannya kembali GBHN tersebut. Sementara, di sisi lain, Bambang Soesatyo dalam kapasitasnya sebagai ketua DPR justru dinilai condong mendung upaya dihidupkannya GBHN yang memberi kewenangan lebih besar kepada MPR nantinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun