Puisi : Edy Priyatna
Terhunjam tertahan sudah menarik jiwa. Mengagumkan rasa hati nan telah meruah. Banyak walaupun sang bulan masih tertidur. Rebah terbaring samar diatas terlihat. Jumpa ada titik pendar cahaya. Cerah nan membuat hati suka. Sayang kembali ini bukan mimpi. Ilusi benar langit sedang penasaran. Makian begitu larut mulai menjelang. Dekat hamba duduk di akhir malam. Senja walau gelap semakin pekat. Jenuh keheningan pasti menghampiri.
Mengungguli jalan nan tadinya sunyi. Akan tetapi hatiku merasakan bukan. Berbeda seberkas sinar telah membias. Anomali memberi kedinginan dan ketenangan. Sakinah selepas terlelap dari kelam lebam. Gelap gulita kubuka lagi mata kecilku. Sedikit tanganku mulai dapat bergerak. Beraksi meraih apa saja dalam gelap. Malam tetap tangan kosong kini semakin. Sekarang bertambah sadar dan berdoa. Permulaan merasa paling lama mendoakan. Mengharapkan ampunan kepada Allah.
Tatkala ini tanda telah menjadi nyata. Pasti merubah nasib semua manusia. Sosok hanya dapat meratap semua peristiwa. Perihal menanti vonis tunda hakim dunia. Tempat keputusan tuhan maha kuasa. Upaya menunggu kematian dalam penjara. Sangkar mundur kututup mata kecilku. Tipis kucoba berusaha untuk bermimpi. Mengkhayal agar gelap menjadi terang. Benar agar dingin menjadi hangat. Ramah tanpa terasa kuperlihatkan rasa takut. Hormat tidak ada waktu untuk keseganan.
(Pondok Petir, 11 Oktober 2019)