Selama anak buah orang berteriak. Dari percakapan nan menjawab. Setiap adegan dialog panjang. Boromg  menari ikuti irama di atas pentas. Momen ini akhirnya aku hanya menurutmu. Bisa jadi apa jadinya hati ini. Kurasakan selalu gempa kalbuku. Bukan mengerti mengapa kerap terjadi.
Selamanya tak berdaya namun. Terus sadar adanya pengorbanan. Acap selalu sangat bahagia. Suka ingin ini tetap berlaku. Berikut puisi-puisi itu mengalir deras. Sepantun angin mendesir nan menusuk jiwa. Memusnahkan api nan berkobar. Dari kedua belah pukulanmu.
(Pondok Petir, 29 Maret 2019)
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!