Mohon tunggu...
Edy Priyatna
Edy Priyatna Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Kata yang indah adalah keluar dari mulut manismu............... Buku GEMPA, SINGGAH KE DESA RANGKAT, BUKU PERTAMA DI DESA RANGKAT.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Hari Puisi 22 November 2018

23 November 2018   08:02 Diperbarui: 23 November 2018   08:38 346
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pinterest.com/vietnamart

Puisi : Edy Priyatna

Hari puisi tepatnya kini. Memahami pentas diadakan di atas kerangka benak para penulis. Semasa kata buat kata ditabuhkan selaku pembesar. Celentang lentur kehilangan berasimilasi. Memekikkan keseimbangan keluar di zaman baheula. Semua cemas musnah di masa kekelaman. Kemudian tergores rampung di periode kini. Menjelma berprofesi sekantong bersimbah bertih.

Hari puisi tepatnya 22 Nopember 2018. Seketika nasi hangat dipenuaian sawah tak berpengairan. Perkataan lebih dahulu kedaluwarsa berhubung lalai. Dikiasankan dengan tengah penulis berbakat sejak hadir. Wacana perkataan bertukar selaku batara. Penghuni tanah tersirat dan penjambret jiwa.

Hari puisi selalu. Beruntung adalah satu titah tampaknya di suaka. Sedikit renggang paling ada bidadara mengerang sukacita. Sederajat pertujukan lisan dan benih seluruhnya. Berterus terang dan terima salah. Mengangap tak bersusah hati dan bermuram durja. Seumpama menjadi bersenang dan sentosa.

Hari ini sebagai hari puisi. Berahi ketika seluruh pembuluh asabat gemetar. Air liur bersibaran daripada pengemar keterangan. Mewariskan warta menggegar berkenaan pentas. Sebaiknya apa fokus demobilisasi khusus dari totalitas safari. Mengundurkan diri kemudian berlagu pergi.

Hari puisi tepatnya 22 Nopember 2018. Perincian nafsi tidak meminati kesudahan. Senyampang tetesan adalah sebentuk kolom diselesaikan seperti itu. Akan tetapi mengerti seluruhnya tentu akan berdampak. Nantinya pasti akan berakhir.

Hari ini adalah puisi bukan maksiat. Memutuskan akhir nan tak ada harapan. Perjamuan pada hari ini pasti cuma tidak biasa. Sepanjang mengilegalkan nan tertinggal. Tetapi setelah nan selaku kelebihan. Pada kultur nan hampir mati.

(Pondok Petir, 22 Nopember 2018)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun