Mohon tunggu...
Entika ESP
Entika ESP Mohon Tunggu... Lainnya - Universitas Jember

Assalamualaikum

Selanjutnya

Tutup

Money

Kebijakan Public Private Partnership dalam Pembangunan Infrastruktur

18 April 2021   11:33 Diperbarui: 18 April 2021   11:45 760
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Pada saat ini perhatian utama di banyak negara adalah pembangunan infrastruktur. Baik negara maju maupun negara  berkembang mengakui bahwa peningkatan infrastruktur sosial ekonomi dapat meningkatkan otonomi mereka. Pembangunan infrastruktur transportasi, telekomunikasi, sanitasi, dan energi sangat penting bagi pembangunan ekonomi nasional.

Dalam mengatasi tantangan pengadaan infrastruktur termasuk masalah hukum, sosial, politik, dan keuangan, pemerintah di beberapa negara mulai mengundang pihak swasta untuk bergabung dalam perjanjian kontrak jangka panjang berdasarkan Public Private Partnership. Pengertian Public Private Partnership atau dalam bahasa Indonesia disebut dengan Kemitraan Pemerintah Swasta (KPS) merupakan perjanjian jangka panjang oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah (public) dengan mitra swasta (sector private) dalam hal pengadaan sarana layanan publik. Adanya Public Private Partnership ini memungkinkan pemerintah mendapatkan keuntungan dari partisipasi sektor swasta dalam hal pengelolaan dan pendanaan perluasan layanan publik dengan mengalihkan risiko kepada entitas swasta. Banyak negara telah menggunakan Public Private Partnership karena dapat meningkatkan efisiensi operasional, memungkinkan inovasi keterampilan teknis dan manajerial, serta meningkatkan keterlibatan entitas swasta di publik layanan.

Untuk meningkatkan keefektifan implementasi Public Private Partnership terdapat faktor penting dan preferensi terkait alokasi risiko yaitu adanya identifikasi sebelum dimulainya suatu proyek. Pengklasifikasian faktor-faktor penting berperan sebagai kunci pendorong dan faktor penentu keberhasilan atau Critical Success Factors (CSF). Dalam Public Private Partnership, pendorong utama dapat diartikan sebagai motivasi terkait Public Private Partnership yang dapat menunjukkan keuntungan dan kemungkinan keberhasilan suatu proyek. Sedangkan pengertian faktor penentu keberhasilan atau Critical Success Factors (CSF) merupakan area aktivitas dimana hasil yang menguntungkan sangat penting untuk manager dapat mencapai tujuan yang ditentukan. Dalam Public Private Partnership alokasi risiko merupakan salah satu dari faktor penentu keberhasilan atau CSF. Apabila alokasi risiko dilakukan dengan tidak tepat maka dapat memengaruhi partisipasi swasta dan tingkat keberhasilan PPP. Oleh sebab itu, risiko harus dialokasikan secara memadai kepada pihak yang dapat mengelolanya secara efektif. Hal tersebut dianggap sebagai aspek yang penting dalam PPP karena dalam setiap negara menggunakan indikator yang berbeda-beda dalam menjalankan setiap proyek konstruksinya.
Dalam penerapannya di berbagai negara seperti di Inggris, Taiwan, Inggris, Singapura, dan China, Inggris dianggap sebagai negara paling berhasil dalam melaksanakan Public Private Partnership. Tahun 2002 di Inggris, proyek Public Private Partnership diperkirakan menyumbang kurang lebih 11% dari pengeluaran pemerintah Inggris. Penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti Inggris menyebutkan bahwa tingkat keberhasilan PPP di Inggris tinggi. Keberhasilan yang tinggi dalam PPP di Inggris disebabkan karena adanya komunikasi yang efisien antara pihak -- pihak yang terlibat dengan alokasi risiko.

Pada tahun 2000, pemerintah Taiwan mengeluarkan secra resmi Undang-Undang untuk mengatur promosi partisipasi swasta dalam proyek infrastruktur. Dalam 10 tahun terakhir perkembangan PPP di Taiwan mengalami kemajuan yang sangat pesat. Contoh proyek di Taiwan yang dilaksanakan berdasarkan Public Private Partnership adalah Taiwan High Speed Rail (THSR). Untuk menarik pihak swasta agar dapat melakukan kerja sama dalam proyek tersebut, Taiwan mengadopsi praktik dari contoh Inggris yang telah berhasil dalam pembangunan infrastruktur.
Public Private Partnership pertama kali yang diterapkan oleh negara Singapura adalah pembangunan pabrik desalinasi. Pemerintah Singapura sangat mendukung adanya Public Private Partnership, hal tersebut terbukti dengan adanya penerbitan buku yang memberikan pedoman untuk keterlibatan pihak swasta dalam Public Private Partnership pada tahun 2004. Sedangkan pada tahun 2010, 10 proyek yang bekerjasama dengan Public Private Partnership telah berhasil dilaksanakan dan saat ini sedang beroperasi. Menurut pemerintah Singapura, adanya PPP ini sangat menguntungkan sektor publik dengan meningkatkan infrastruktur dan pihak swasta dengan memberi peluang bisnis sehingga memungkinkan kedua belah pihak untuk bekerja lebih efisien dan efektif.

Sebaliknya pemerintah Cina menerapkan Public Private Partnership pertama kali pada tahun 1970 untuk mempromosikan pembangunan infrasturktur. Adanya pendekatan PPP sangat efektif dalam memenuhi berbagai persyaratan pembangunan infrasturktur baru di Cina. Contoh proyek Public Private Partnership yang berhasil dilaksanakan seperti Metro Beijing, Stadion Nasional Beijing, proyek taman air Olimpiade, pabrik pengolahan limbah pertama Shanghai Zhuyuan, jembatan teluk Hangzhou, Jalur 4 Metro Shenzhen, proyek pengolahan limbah di Xilang, dan 10 tanaman air di Beijing. Namun dalam penerapannya tidak semua proyek PPP di Cina berhasil, ketidak berhasilan tersebut terjadi karena manajemen risiko yang tidak memadai.

Sedangkan di Indonesia sendiri, Public Private Partnership pertama kali dilakukan pada tahun 1992, namun dalam pelaksanaannya masih bermasalah. Perusahan swasta di Indonesia lebih memilih tidak berinvestasi di sektor publik dikarenakan persepsi risiko yang tidak dapat dikelola seputar proyek pemerintah terutama terkait pembebasan lahan. Pembebasan lahan ini biasanya menyebabkan defisit dalam proyek Public Private Partnership di Indoneisa bahkan hingga mengalami penundaan. Meskipun demikian Indonesia masih menjadi incaran investasi karena volume proyek infrastruktur yang tinggi. Dalam penerimaan investasi, Indonesia menerima jumlah investasi tertinggi kedua di Asia Timur yaitu 27% dari semua investasi yang ada di Asia Timur. Sedangkan pada tahun 1994 sampai 1999 Bank Dunia melaporkan total investasi dalam infrastruktur Indonesia melebihi US $ 20 miliar dengan didominasi proyek yang dilaksanakan dibidang transportasi. Bank Dunia juga melaporkan bahwa pemerintah Indonesia mengakui pentingnya menarik pihak swasta untuk bergabung dengan Public Private Partnership dalam pembangunan infrastruktur. Akan tetapi dalam pelaksanaannya diperlukan peningkatan alokasi risiko di antara pihak yang terlibat karena adanya persepsi yang sama tentang preferensi alokasi risiko akan meningkatkan hasil Public Private Partnership ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun