Mohon tunggu...
Ernip
Ernip Mohon Tunggu... Administrasi - Wanita dan Karyawan swasta

Terima kasih sudah berkunjung!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Saya Bukan Minimalis, namun Saya Belajar untuk Membeli Baju Secukupnya

7 Februari 2020   17:41 Diperbarui: 11 Juli 2022   09:38 1023
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: dream.co.id

Tahun lalu adalah tahun yang cukup berkesan bagi saya. Salah satu hal yang saya lakukan ialah menantang diri untuk tidak beli baju "banyak-banyak". 

Istilah banyak-banyak itu saya buat sebagai jaga-jaga bila sewaktu-waktu saya harus membeli baju yang sesuai occasional tertentu. Semisal kantor mengharuskan pakai baju warna X dalam acara X lalu ternyata saya tidak punya yang mengharuskan saya mesti membelinya. Jreng... jreng, nyatanya tidak terjadi seperti pikiran saya.

Dan ya, mengurangi beli baju maksud saya bukan berarti tidak beli baju sama sekali. Lebih kepada bertanya sebelum saya beli baju yang memesona mata dan memikat hati itu. Apa saya emang benar-benar membutuhkannya atau tidak? Kalau tidak jadi saya beli, masalah apa kira-kira yang akan terjadi? *Haha, lebay!

Ada alasan tertentu yang membuat saya "bertekad" melakukannya. Salah satu di antaranya, rasa kurang yang masih tertinggal setiap saya membeli baju baru. Ah! Habis ini pengen model yang itu dan warna yang itu. Bukannya malah puas, malah mata masih jelalatan. Kemudian tergoda beli baju tapi masih tetap merasa kurang. Tidak jarang juga baju-baju itu hanya dipakai sekali dua kali saja.

Kadang malah saya merasa sering pakai baju yang itu-itu aja tetapi di lemari ada banyak tumpukan baju. Emang benar, dari total baju yang dimiliki setiap orang rata-rata pakaian dipakai hanya sekitar 20 persen. Kalo memang saya pakai cuman 20 persen selama ini, kenapa saya harus beli lagi dan kenapa saya tidak berdayakan saja yang 80 persen itu, iya kan?

Era minimalis berkibar
Aksi pun dimulai. Saya menjadi seperti orang yang menjalani hidup minimalis. Eaaaa.

Sekarang ini, hidup minimalis menjadi tren yang cukup banyak menarik perhatian. Gak sedikit orang sudah mulai menerapkan hidup minimalis.

Hidup minimalis dalam bahasa sederhananya ialah seseorang yang mengusahakan hidup sederhana tanpa menurunkan kualitas hidupnya. Hanya memiliki beberapa barang dalam kategori tertentu dan jumlah tertentu. Intinya, jauh dari bermacam-macam koleksi. Kelompok ini adalah kelompok yang berusaha melihat hidup secara holistik.

Pada dasarnya ketika kita beraktivitas termasuk memilih hidup yang seperti apa, kehidupan yang kita pilih harus dilihat secara holistik. Nah, orang yang hidup minimalis memiliki hidup yang menyadari bahwa aktivitasnya akan berdampak terhadap sekitar hingga global, baik itu terhadap lingkungan, ekonomi dan sosial di sekitarnya.

Awalnya agak aneh dan merasa tidak mungkin melakukannya. Satu-satunya resolusi yang cukup menantang karena ini menyangkut hajat hidup orang banyak, eh, maksudnya masa depan. Belum lagi setiap kali melewati toko baju pada saat di mall apalagi dengan fashion yang indah ditambah diskon menggoda. Arggh... bagus banget deh baju itu, rasanya pengen sambar aja.

Ketakutan tersendiri misalnya komentar orang lain kok bajunya itu ke itu aja. Cewek lagiii. Apa kata duniaaa? Karena menurut saya waktu itu akan ada banyak komentar yang datang. Loh emang udah dari dulu juga kan pakai yang itu-itu aja, kan!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun