Mohon tunggu...
Eni Saeni Djudira (Enisa)
Eni Saeni Djudira (Enisa) Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis

Berbagi informasi sehat untuk Indonesia lebih baik.

Selanjutnya

Tutup

Nature

Antara Pelarangan dan Tata Kelola Sampah, Pilih Mana?

13 Februari 2020   18:21 Diperbarui: 13 Februari 2020   19:52 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kota Surabaya adalah kota yang meraih Adipura Kencana, penghargaan tertinggi bagi kota yang berhasil dalam menjaga kebersihan dan pengelolaan lingkungan selama tiga tahun berturut-turut.

"Saya malu saja kalau kota saya kotor, itu sama saja dengan wajah saya." Itulah kalimat pendek yang dilontarkan  Wali kota Surabaya Tri Risma Harini usai menerima penghargaan tersebut di Manggala Wanabakti, Jakarta 14 Januari 2020.

Penilaian terhadap kondisi Tempat Pembuangan Akhir (TPA)  sebuah kota adalah salah satu point Adipura Kencana. Di kota Pahlawan ini, TPA Benowo mampu "menyulap" 1.300 -- 1.500 ton sampah per hari menjadi energi listrik.  

Bagaimana dengan kondisi TPA di daerah lainnya? Menurut Novrizal Tahar, Direktur Pengelolaan Sampah Ditjen PSLB3 Kementerian  Lingkungan Hidup & Kehutanan (KLHK),  kondisi  TPA banyak daerah  sejak 2016 hingga 2019 tidak mengalami perubahan signifikan pada system operasionalnya.

Data Kementerian LHK menyebutkan, pada 2016, TPA open dumping di Indonesia sebanyak 46,35 persen, lalu pada 2019 berkurang menjadi  40,09 persen.  Jumlah sampah plastik semakin banyak dibuang ke lingkungan (tanah, sungai, bahkan laut),  recycling rate-nya  baru 9 persen, menggunakan incinerator 12 persen, dan 79 persen dibuang ke TPA atau ke lingkungan.

"Kami mendorong pembatasan bagi single use plastic, straw dan styrofoam melalui regulasi," ujar Novrizal. Saat ini sudah 27 kota/kabupaten kota dan dua provinsi keluarkan regulasi  pembatasan plastik sekali pakai, tujuannya untuk mengurangi jumlah sampah plastik berserak di lingkungan.

Menurut Novrizal, persoalan persampahan tak kunjung bisa selesai salah satunya karena  anggaran persampahan juga  minim,  kurang dari 1 persen dari total APBD. Padahal minimal dianggarkan 2-3 persen dari APBD.

"Kecenderungan retribusi  juga diturunkan atau dihilangkan oleh kepala daerah. Contoh retribusi di kota Tegal hanya Rp2000,  tapi itu juga sulit di tagih," kata Novrizal pada acara diskusi Pojok Iklim di Manggala Wanabakti Jakarta, 12 Februari 2020.

Tak hanya itu, lanjut dia, dari 514 kota/kabupaten yang punya landfill  atau TPA, belum ada daerah yang menerapkan sanitary landfill, sampah  dibuang dalam lubang atau cekungan lalu  ditutup oleh tanah agar  tidak menimbulkan bau.

"Belum ada daerah yang terapkan sanitary landfill. Kenapa, lagi-lagi persoalan tipping fee. Bali saja yang menuju waste to energy, bingung nyari tipping fee-nya dimana. Tipping fee-nya bisa 400 ribu per ton, " kata Novrizal.  

Sanitary Landfill, Program Berkelanjutan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun