Hanya sebuah kata. Ya, memang hanya sebuah kata yang menggores pada sepotong kenangan. Ketika diam tak lagi bergeming di haribaan siang atau malam. Pun tak menuai cerita pada janji mentari dan keluh senja.
Pedih menindih, tatkala kau baca berulang coretan kekhilafan bagaimana aku mengeja pesan pada bayang dedaunan. Tentang kebodohanku yang tiba-tiba aku menjadi seorang pendusta bagi sebuah teka-teki.
Aku seperti hujan yang lelah mendapat cemoohan matahari, karena kedatangannya menjadikan sebuah kehilangan. Terkadang seperti jejak yang terbakar, hingga jelaganya memenuhi ruang kaca.
Maaf, aku bukan gadis penyusun paragraf yang piawai mengubah diksi menjadi irama sebuah lagu, yang mampu menghadirkan senyum pada belantara hati. Aku hanyalah penyair kesunyian yang berakhir tragis di akhir liriknya sendiri.
Baiklah, segera kusimpan lembaran paragraf berisi tentang catatan terindahmu. Biarkan catatan itu tidur di laci, sampai aku kembali menemukan senyummu di sela-sela ruang hampa. Sampai aku bisa mendengar ceritamu tentang sepasang burung bangau di suatu senja merah jambu.
Blitar, 28 Januari 2021
Enik Rusmiati