Mohon tunggu...
Endung
Endung Mohon Tunggu... Guru - Praktisi Pendidikan

Saya seorang guru yang terus belajar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tangis Bu Guru Yani

4 Mei 2023   09:46 Diperbarui: 4 Mei 2023   10:00 280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.canva.com/design/DAFhGE4tpnQ/gNtGiLCLxMwT2R_qCGEmZw/edit

Siang itu di sebuah sekolah, suasana riuh ramai anak-anak yang bermain di halaman sekolah. Tampak beberapa orang guru sedang membimbing anak-anak  yang sedang latihan kepramukaan. Di pojok taman sekolah ada seorang Ibu Guru berparas cantik, berkulit putih, berhidung mancung dengan alis tebal, tangan kanannya tampak bergetarmemegang buku pelajaran, matanya tampak berkaca-kaca walaupun tertutup kacamata, biwirnya bergetar seakan menahan tangis biar tidak pecah, nafasnya berat selaksa menahan ribuan beban.

Dari Kantor kepala sekolah, keluarlah sosok lelaki perlente berbadan tegap,berkumis tipis, rambutnya sudah mulai memutih, berkulit putih bersih bergegas menuju ruang parkir mobilnya, tetapi Ia sempat menoleh ke arah ibu tersebut. Ia membelokkan arah langkahnya menghampiri ibu guru tersebut dan menyapa," Assalamu;alaikum Bu Yani, bolehkah kita ngobrol di sini karena di kantor ada guru yang sedang memasang jadwal pelajaran umum?" Bu Yani kaget sekali, segera ia mengahapus air matanya dengan sapu tangan yang diambil dari kantong bajunya," Waalaikumsalam .... ooh boleh Bapak tak apa di sini juga." 

"Mohon maaf sekali, saya lihat tampaknya ibu begitu bersedih hati, kalau boleh tahu apa penyebabnya Ibu?" Bu Yani menarik nafas panjang mencoba untuk menenangkan diri, " Saya lagi bingung dan sedih sekali melihat teman-teman masih bisa ikut CPNS sedangkan umur saya sudah lebih 35 tahun sudah tak bisa ikut lagi. Saya sudah mengajar hampir 12 tahun, tapi keberuntungan tidak berpihak pada saya. Saya sudah mencoba ikut CPNS tapi gagal terus, kalah sama anak-anak muda yang baru beberapa  tahun lulus kuliah, otaknya masih cemerlang sedangkan saya karena faktor umur dan banyak pikiran cepat lupa, begitu juga dengan tes PPPK saya kalah bersaing dengan mereka.

Sekarang anak saya sudah masuk SMA membutuhkan biaya yang tak sedikit, saya tak bisa menyekolahkan mereka dengan honor yang hanya Rp. 400.000 ,00 sebulan untuk makan saja tidak cukup sedangkan anak saya yang satunya lagi masuk SMP lagi,saya sangat bingung Pak." Mendengar itu Pak Budi berkata,"Oh Ibu saya turut prihatin atas kesusahan ibu, dan maafkan saya selaku kepala sekolah tidak bisa membuat ibu lebih sejahtera, padahal tugas saya selaku kepala sekolah memberi kesejahteraan kepada guru-guru. 

BOS memang ada tetapi semua sudah ada pos-pos pembiayaan, ibu sendiri tahu peruntukan karena saya selaku memberikan informasi secara transparan dan terbuka tentang penggunaan BOS kepada dewan guru dan komite sekolah, kalau boleh tahu kemana suami ibu? Saya sekarang tidak pernah melihatnya?  Bukankah suami Ibu juga seorang Guru?"

Bu Yani terdiam menahan air matanya yang hampir tumpah, dengan suara agak parau menjawab."Iya Pak , terimakasih atas niat tulusnya mensejahterakan kami para guru, dan sayapun maklum dengan keuangan sekolah. 

Memberi rasa nyaman, dan perhatian kepada kami itupun upaya yang Bapak lakukan untuk mensejahterakan kami ...terimakasih Pak Budi. Suami saya kan sama juga guru honorer lebih lama dari saya, tapi sama tak beruntungnya, sehingga satu bulan yang lalu ia pergi ke kota untuk mencari pekerjaan agar anak-anak kami bisa bersekolah dan kuliah, kalau mengandalkan menjadi guru honorer saja tak bisa, apalagi latar belakang kehidupan kami dari orang yang tak punya, berbeda dengan mereka walaupun honorer tapi keluarga mereka bercukupan sehingga kehidupannya ditopang keluarganya dengan fasilitas yang diberikan motor, rumah bahkan uang untuk kebutuhan sehari-hari Pak."

"Apa yang disampaikan Ibu saya alami, saya merasakan menjadi guru honorer selama 2 tahun yang sudah berkeluarga kalau tanpa bantuan orang tua, saya tak bisa membayangkan bagaimana susah hidup kami tanpa bantuan mereka. Oh yaa bagaimana khabar suami Ibu sekarang sudah dapat pekerjaan?" 

Mendengar pertanyaan tentang suaminya, ibu Yani tak kuasa menahan kesedihannya, air matanya mengalir sangat deras, tubuhnya bergemetar kencang, selang beberapa lama Bu Yani berguman, "Astagfirlohhaladziim ....ampuni hamba_MU ini ya Rabb bila kuffur nikmat padahal masih banyak nikmat yang Engkau berikan ... oh ya Bapak Kepala khabar suami saya sampai saat ini belum ada khabarnya, terakhir seminggu setelah sampai di kota sempat  nelpon yang mengatakan ini telepon yang terakhir kalinya karena Hpnya mau dia jual butuh buat makan dan ongkos mencari kerja, sampai hari ini dia tidak memberi khabar apapun  lagi mungkin karena tak punya Hpnya ataupun sekedar minjam ke temannya karena dia sangat pemalu meminjam barang orang lain.

Saya bingung sekali kontrakan sudah 2 bulan nunggak begitu juga listrik dan PDAM, belum bayar uang anak-anak sekolah dan sampai saat ini belum punya beras untuk dimakan sore hari.... saya sangat bingung dan sedih. Mau ngutang ke warungpun sudah tidak diberi lagi karena sudah menumpuk Pak ..." Pak Budi hanya menunduk berkaca-kaca ikut merasakan kesedihan yang dialami Bu Yani.

Tiba-tiba HP Pak Budi berdering tanda ada pesan yang masuk. Dibukanya HPnya berkerut dahi Pak Budi melihat isi pesan sms banking  bahwa ada kiriman uang Rp. 15.000.000, 00 rupiah dari orang tak dikenal. "Mohon maaf Bu Yani pembicaraan kita terpotong ada sms banking yang masuk pemberitahuan dari orang tak dikenal mengirim sejumlah uang." Oh tak apa Pak lain kali kita bisa ngobrol lagi, mohon pamit mau ngajar ke kelas Pak." "Silahkan Bu." jawab Pak Budi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun