Mohon tunggu...
Endro S Efendi
Endro S Efendi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Trainer Teknologi Pikiran

Praktisi hipnoterapis klinis berbasis teknologi pikiran. Membantu klien pada aspek mental, emosi, dan pikiran. Aktif sebagai penulis, konten kreator, juga pembicara publik hingga tour leader Umroh Bareng Yuk. Blog pribadi www.endrosefendi.com. Youtube: @endrosefendi Instagram: @endrosefendi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mengapa Orang Percaya Kanjeng Dimas?

1 Oktober 2016   10:02 Diperbarui: 1 Oktober 2016   17:03 2427
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kanjeng Dimas ditangkap. megapolitan.kompas.com

Jauh sebelum kasus dugaan pembunuhan yang dilakukan Kanjeng Dimas Taat Pribadi mencuat, saya sudah pernah melihat videonya di media sosial terkait kemampuannya menggandakan uang. Ketika melihat video itu, saya berani menyimpulkan bahwa itu hanya tipu-tipu.

Namun, saya tak mengira jika aksi tipu-tipu itu mampu menjerat lebih dari 27 ribu orang. Pengikut Padepokan Dimas Kanjeng di Desa Wangkal, Gading, Kabupaten Probolinggo Jawa Timur itu berasal dari hampir semua pulau di Indonesia. Bahkan tak tanggung-tanggung, seorang profesor yang juga cendekiawan muslim serta lulusan luar negeri, pun ikut terlibat dalam padepokan milik Kanjeng Dimas. Bahkan, tercatat sebagai ketua yayasannya.

Saya langsung teringat Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) yang juga mampu mendapuk Bibit Samad Riyanto, mantan wakil ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sebagai pembina gerakan yang diduga menyimpang itu. Beruntung organisasi bentukan Ahmad Moshadeq yang pernah mengaku sebagai nabi itu akhirnya dibubarkan pemerintah.

Belum lagi terkuaknya kasus AA Gatot Brajamusti yang juga dikenal sebagai guru spiritual, dengan pengikutnya sebagian besar artis. Pria yang menjabat sebagai ketua Persatuan Artis Film Indonesia (Parfi) ini ditangkap setelah kedapatan pesta sabu. Bahkan belakangan diduga juga ada pesta seks di padepokan yang dipimpinnya.

Fenomena guru spiritual yang pernah muncul sebelumnya adalah Eyang Subur, yang pengikutnya juga kebanyakan para artis, hingga Lia Eden yang juga terang-terangan mengaku sebagai nabi.    

Saya yakin, di luar nama-nama yang muncul di atas, masih banyak lagi orang yang dianggap guru spiritual di Indonesia ini. Padahal hingga kini belum terbukti, apakah guru itu benar-benar punya kemampuan lebih atau bisa dibilang sakti. Kalau pun sakti, biasa hanya katanya dan katanya. Kata siapa? Ya kata orang-orang. Belum ada pembuktian secara kasat mata.

Walau belum terbukti, nyatanya orang-orang yang dianggap guru spiritual ini tetap laris didatangi para pemburu pangkat dan jabatan, kekayaan, atau kepopuleran.

Lantas, kenapa ini terjadi? Kalau dibilang tidak beragama, jelas pelakunya sebagian besar beragama. Justru, simbol-simbol agama itu pula yang menjadikan aksi para guru spiritual ini efektif diterima pengikutnya tanpa penolakan sama sekali. Itu sebabnya para guru spiritual itu juga menggunakan ritual-ritual atau embel-embel agama dalam melaksanakan aksinya.

Salah satu filter penting yang tertanam di pikiran bawah sadar adalah agama atau keyakinan. Untuk mengubah agama atau keyakinan ini, sangat sulit. Kenapa? Karena persoalan agama atau keyakinan ini berada di dalam pikiran bawah sadar, dan keberadaannya dilindungi benteng pelindung yang sangat kuat. Benteng ini disebut critical factor alias faktor kritis. Maka, untuk menembus faktor kritis pikiran bawah sadar ini, simbol agama menjadi salah satu cara yang cukup jitu.

Tampil menggunakan busana khusus yang biasanya dipakai pemuka agama, maka dengan cepat keberadaannya akan diterima serta diyakini benar-benar sebagai seorang pemuka agama. Kalau sudah seperti ini, faktor kritis akan sangat mudah ditembus.

Fenomena guru spiritual ini bahkan pernah difilmkan secara apik dan menarik, diselingi humor segar oleh industri film India. Film berjudul PK (Peekay) yang diperankan Aamir Khan itu menunjukkan betapa simbol-simbol agama benar-benar menjadi alat yang mudah untuk mempengaruhi perilaku seseorang. Saking bagusnya film ini, chairman Kaltim Post Group Zainal Muttaqin bahkan perlu mengajak para pemimpin redaksi di lingkungan Kaltim Post Group untuk nonton bareng film ini di Plaza Senayan Jakarta, tahun lalu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun