Mohon tunggu...
Endro S Efendi
Endro S Efendi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Trainer Teknologi Pikiran

Praktisi hipnoterapis klinis berbasis teknologi pikiran. Membantu klien pada aspek mental, emosi, dan pikiran. Aktif sebagai penulis, konten kreator, juga pembicara publik hingga tour leader Umroh Bareng Yuk. Blog pribadi www.endrosefendi.com. Youtube: @endrosefendi Instagram: @endrosefendi

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Paylater, Bersenang-senang Dahulu, Menyesal Kemudian

16 Mei 2022   20:38 Diperbarui: 16 Mei 2022   20:52 413
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sektor jasa keuangan berkembang pesat. Jika dulu urusan perbankan hanya diurus oleh bank sentral yakni Bank Indonesia, kini wewenangnya beralih ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan cakupan lebih luas. Ini artinya, urusan simpan pinjam tidak lagi hanya diurusi perbankan. 

Kini makin banyak perusahaan yang melirik usaha jasa keuangan ini. Urusan perbankan, kini sangat mudah. Tidak perlu ke kantor bank, cukup di smartphone, semua bisa dilakukan. Apalagi hampir semua e-commerce memberikan layanan paylater. Begitu juga fintech yang menawarkan pinjaman dana tunai.

Di antaranya banyak kemudahan itu, salah satu yang sangat rawan adalah layanan paylater alias kredit atau bayar setelah transaksi. Kelihatannya sangat mudah, bahkan sepertinya sangat membantu konsumen. Namun nyatanya, ini bisa menjadi jebakan betmen yang mematikan jika tidak bijak.

Tengok saja, ada banyak berita berseliweran di beranda maya, kasus kejahatan bermula dari pinjaman online. Sejatinya, pinjaman online itu juga sama dengan paylater alias kredit. Karena di era belanja online saat ini, banyak orang melakukan pinjaman online bukan karena kebutuhan, tapi hanya karena keinginan untuk membeli sesuatu. Akibatnya, dana yang dipinjam tidak digunakan untuk produktif, melainkan konsumtif. Sama sekali tidak memberikan nilai tambah pada uang yang digunakan.

Sahabat pasti ingat, ada iklan yang memperlihatkan seorang wanita ingin membeli sesuatu. Uangnya kurang. Sang pacar kemudian dengan 'gagahnya' membelikan barang itu setelah mengajukan pinjaman di salah satu fintech dan langsung cair.

Begitu juga layanan paylater pada pembelian barang. Umumnya, barang yang dibeli bukan untuk kebutuhan usaha produktif. Tapi lebih banyak untuk urusan penampilan. Jebakan inilah yang sangat mematikan. Belum lagi iming-iming diskon yang tentu saja membuat pikiran bawah sadar langsung mengambil keputusan berbelanja.

Kenapa ini bisa terjadi? Ingat cara kerja pikiran bawah sadar, hanya mengenal dua hal, untung atau rugi. Kenapa bisa terjebak kredit? Bagi pikiran bawah sadar, yang dipikirkan hanya keuntungan, yaitu mudah mendapatkan barang sesuai keinginan. Apalagi jika kemudian mendapat pujian atas barang yang dimiliki. Maka pikiran bawah sadar makin senang dan makin merasakan mendapatkan keuntungan.

Coba saja sahabat memiliki barang yang up to date dengan harga selangit. Pasti akan mendapat pujian dari teman atau kerabat. Saat itulah, pikiran bawah sadar akan merasakan keuntungan berlipat dan tidak peduli lagi atas cicilan yang harus dibayarkan.

Sebagai manusia biasa, kadang ada bagian diri saya yang juga ingin menggunakan layanan paylater yang ditawarkan e-commerce atau fintech. Apalagi membayangkan bisa mendapatkan barang yang diinginkan lebih cepat.

Kalau sudah begini, maka saya langsung mengalihkan perhatian dengan memikirkan kerugiannya. Misalnya, menghitung berapa biaya bunga atau biaya layanan yang harus ditanggung. Belum lagi kerugian jika tidak bisa melunasi dan harus terus menerus membayar biaya bunga. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun