Mohon tunggu...
Endro S Efendi
Endro S Efendi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Trainer Teknologi Pikiran

Praktisi hipnoterapis klinis berbasis teknologi pikiran. Membantu klien pada aspek mental, emosi, dan pikiran. Aktif sebagai penulis, konten kreator, juga pembicara publik hingga tour leader Umroh Bareng Yuk. Blog pribadi www.endrosefendi.com. Youtube: @endrosefendi Instagram: @endrosefendi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Penolak Jenazah Perawat Ditangkap, Hukuman Apa yang Pantas Diberikan?

11 April 2020   20:11 Diperbarui: 11 April 2020   20:09 1582
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Polda Jateng bergerak cepat dengan melakukan penangkapan para provokator yang melakukan penolakan jenazah perawat yang tutup usia karena virus Covid 19. 

Hal tersebut dilakukan menyusul insiden penolakan warga terhadap jenazah Nuria Kurniasih, pejuang Corona yang merupakan perawat RSUP dr Kariadi Semarang, Jawa Tengah.  Ketiga pelaku yang diamankan adalah TH (31), BS (54), dan ST (60).

Direktur Kriminal Umum Polda Jateng Kombes Budi Haryanto, Sabtu (11/4), kepada wartawan menjelaskan, ketiganya diamankan karena ikut memprovokasi warga sehingga warga menolak acara pemakaman yang sudah sesuai standar. Mereka pun ditangkap berdasarkan bukti di lapangan.

Tiga orang yang ditangkap merupakan tokoh masyarakat. Mereka terlibat dalam upaya blokade untuk menolak pemakaman jenazah perawat yang rencananya akan dimakamkam di sebelah makam ayahnya di TPU Sewakul, Kelurahan Bandarjo, Kecamatan Ungaran, Kamis (9/4) lalu.

Jenazah akhirnya dibawa ke Semarang untuk dimakamkan di komplek pemakaman Bergota tidak jauh dari tempat kerja almarhumah yaitu di RSUP dr Kariadi Semarang.

Sebagai warga, tentu kabar penangkapan tersebut menggembirakan sekaligus menyedihkan. Gembira, karena penangkapan itu akan menjadi pelajaran bagi masyarakat. Sebab tindakan penolakan itu tidak hanya melanggar etika sosial, tapi jelas-jelas melanggar hukum.

Namun sekaligus sedih, karena sebenarnya hal seperti ini bisa dicegah jika setiap orang mengutamakan nurani dan akal sehat. Logika apa pun tidak ada yang bisa membenarkan penolakan jenazah itu. Apalagi ini jenazah seorang perawat yang sebelumnya jelas-jelas harus berjibaku di tengah wabah yang menyerang dunia ini.  

Nasi sudah menjadi bubur. Tinggal diberi abon dan ayam suwir. Maaf dan penyesalan saja tidak cukup untuk mengembalikan jenazah itu bisa kembali dimakamkan di kampung halamannya.

Bisa dibayangkan, bagaimana remuk redamnya perasaan keluarga jenazah yang ditolak itu? Bisa saja kejadian itu akan menjadi trauma yang mendalam. Apalagi penolakan dilakukan oleh tokoh masyarakat, yang selama ini seharusnya memberikan contoh yang baik.

Sejarah tak akan pernah bisa dihapus. Jejak digital akan abadi. Sampai kapan pun peristiwa ini akan membekas, terutama bagi para perawat yang hingga detik ini masih harus berjuang melawan virus yang menjengkelkan itu.

Kalau sudah begini, hukuman apa yang pantas untuk para provokator itu? Semoga saja Yang Maha Kuasa tetap mengampuni mereka. (*)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun