Mohon tunggu...
Endro S Efendi
Endro S Efendi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Trainer Teknologi Pikiran

Praktisi hipnoterapis klinis berbasis teknologi pikiran. Membantu klien pada aspek mental, emosi, dan pikiran. Aktif sebagai penulis, konten kreator, juga pembicara publik hingga tour leader Umroh Bareng Yuk. Blog pribadi www.endrosefendi.com. Youtube: @endrosefendi Instagram: @endrosefendi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Dilecehkan Dosen dan Jodoh Sabrina

6 April 2019   22:52 Diperbarui: 7 April 2019   19:53 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tubuhnya menggigil kedinginan dan tampak sangat ketakutan. "Jangan-jangan....!!!! Toloong..." Wanita ini terus mencoba berontak sekuat tenaga. Suaranya cukup keras. Namun sore itu, kondisi kampus sudah sangat sepi. Tak ada yang mendengarkan teriakannya. Sebuah ciuman dengan penuh nafsu akhirnya mendarat di pipi wanita ini. Dia masih rasakan sentuhan menjijikkan dari pria berusia 60-an tahun itu.

Tak hanya ciuman di pipi. Tangan pria tua itu pun sempat beberapa kali menyentuh dadanya. Namun dia tetap berontak hingga akhirnya sang dosen itu kewalahan dan mahasiswi ini bisa melarikan diri secepat-cepatnya.

Kejadian di atas diceritakan dengan jelas oleh Sabrina, tentu bukan nama sebenarnya. Dia menceritakan semuanya dalam kondisi hipnosis. Pikiran bawah sadarnya sedang terbuka lebar, di ruang terapi. Maka, memori menyakitkan yang terjadi pada 15 tahun silam, ketika masih kuliah, terlihat dengan jelas di pikiran bawah sadarnya.

Rupanya, kejadian di kampus itulah yang kemudian menjadi akar masalah dan tersimpan rapi di pikiran bawah sadarnya selama bertahun-tahun. Emosi terpendam akibat kejadian tersebut, memicu rasa takut berlebihan terhadap lawan jenis. Meski usianya sudah kepala tiga, namun wanita ini tak kunjung menemukan jodoh yang tepat.

"Setiap kali kenal dengan laki-laki, saya sudah takut duluan. Perasaan saya selalu tidak nyaman. Entah kenapa bisa seperti itu?" sebutnya sebelum sesi terapi berlangsung.

Di formulir terapi tergambar dengan jelas ada beberapa emosi yang sangat intens. Skalanya 10. Emosi itulah yang menjadi landasan terapi dan kemudian mendarat pada akar masalah yakni ketika mendapat perlakuan tak sepantasnya di kampus.

Dengan teknik terapi berbasis teknologi pikiran, Sabrina dibimbing untuk menetralisir semua emosi dan memori tidak nyaman itu. Terutama kejadian yang dialaminya di kampus belasan tahun silam. Setelah proses tersebut dilakukan di kedalaman pikiran bawah sadar yang presisi, Sabrina mengaku lega dan plong.

Bahkan ketika wajah sang dosen cabul itu dihadirkan kembali di pikirannya, Sabrina sudah merasa biasa saja. Tidak merasakan apa-apa. Dia sudah memaafkan dengan tulus dan ikhlas atas kejadian tersebut. Begitu pula ketika Sabrina diminta merasakan dan membayangkan bertemu pria yang ingin dekat dengannya, dia merasa tetap nyaman dan optimistis. "Biasa aja. Nyaman aja," jawabnya.

Proses terapi yang hampir memakan waktu hingga tiga jam itu akhirnya tuntas. Sabrina tampak sangat lemah dan kelelahan. Dia pun saya minta untuk istirahat sejenak agar kembali lebih segar.

"Padahal, saya sudah berusaha melupakan kejadian itu. Malah sudah lupa dengan kejadian itu. Ternyata itu ya penyebabnya?" tanya wanita yang bekerja sebagai manajer di salah satu perusahaan BUMN ini.

"Saya juga baru ingat pak. Bahkan sampai sekarang saya tidak pernah mengambil skripsi saya sendiri. Waktu itu saya merasa biar saja lah, yang penting saya sudah lulus dan sudah bekerja," bebernya. Sebab, dia tidak ingin bertemu dengan dosen cabul itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun