Mohon tunggu...
Endita Septiara
Endita Septiara Mohon Tunggu... Guru - Guru

Live for Love

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Memayu Hayuning Bawana

1 Desember 2022   10:35 Diperbarui: 1 Desember 2022   10:38 581
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tumindaka alus sarwi aris,

Aywa kongsi gancang dadi pincang,

Kesusu lali temahe,

Rendhe-rendhe ya luput,

Waspadakna kanthi permati,

Pikir tinalar dawa,

Aja grusa grusu,

Dadya janma sabar drana,

Olah rasa ginulang saliraning batin,

Bisa mungkasi karya.

Di atas adalah cuplikan tembang Dhandanggula bait ke tujuh dalam Sastra Mistik Penghayat Kepercayaan. Disini bukan akan membahas tentang kepercayaan dan segala hal tentang itu. Melainkan yang akan dibahas adalah tentang ajaran hdiup yang di terapkan dalam kehidupan orang Jawa kejawen yang banyak sekali mengandung nilai luhur di dalamnya. Dan sayangnya saat ini, sudah banyak dilupakan oleh orang Jawa sendiri. Padahal di dalam falsafah hidup orang Jawa salah satunya adalah Memayu Hayuning Bawana, mengandung banyak sekali makna dan manfaat apabila diterapkan dalam kehidupan manusia di bumi ini.

Tapi kembali lagi, orang Jawa jaman sekarang sudah tidak lagi mengetahui falsafah kehidupan mereka yang diturunkan dari nenek buyut mereka terdahulu. Sehingga tak heran, banyak sekali kerusuhan dan kerusakan yang terjadi di atas muka bumi ini. Salah satu penyebabnya adalah manusia sudah lupa untuk apa mereka hidup di muka bumi ini. Sebelum jauh kita membahas tentang tingkah manusia Jawa saat ini, kita akan kupas dulu arti dari tembang Dhandhanggula diatas.

Baris pertama mengandung arti berbuatlan dengan penuh pertimbangan. Hal ini mengajarkan bahwa orang Jawa haruslah berpikir secara mendalam terlebih dahulu sebelum melakukan sesuatu. Dan apabila hal ini diterapkan dalam kehidupan saat ini, mungkin akan berkurangnya berita-berita hoax yang di broadcast kan secara cepat ke semua orang.  Apabila manusianya bisa berpikir mendalam sebelum menyebarkan sesuatu yang belum tahu itu benar dan salahnya, maka negara ini tidak akan diributkan dengan isu-isu kontemporer yang mana bisa merusak persatuan dan kesatuan bangsa. Terlebih lagi, masyarakat jaman sekarang mudah sekali di konfrontasi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Hingga tak heran, manusia Jawa sekarang lebih mendahulukan emosi dari pada berpikir.

Baris kedua mengandung arti janganlah sampai goncang akan rugi. Baris ini mengandung makna bahwa jangan sampai kita menyesal terhadap kerugian yang kita peroleh ketika berbuat yang tidak sesuai dengan norma atau falsafah hidup. Dan setiap penyesalan itu tak ada yang berada didepan atau memberikan peringatan sebelumnya. Maka alangkah bijaknya, berbuatlah yang mana itu sesuai dengan falsafah hidup atau norma yang berlaku dalam masyarakat.

Baris ketiga berarti sikap terburu-buru akan melupakan segala sesuatu yang itu penting. Jadi sebagai orang Jawa dalam bertindak harusnya sareh yang artinya lemah lembut penuh kahati-hatian dan tidak grusah-grusuh. Sehingga orang Jawa dari dulu dikenal dengan sikap alon-alon asal kelakon meski pelah-pelan asalkan semuanya terkabul dan terlaksana dengan baik. Yang sampai saat ini unen-unen ini masih banyak digunakan ketika berkendara di jalan raya. Jadi meski itu pelan-pelan asalkan selamat sampai tujuan.

Baris ke empat merupakan antonim dari baris ke tiga. Jika baris ketiga adalah tergesa-gesa akan membawa petaka, maka baris ke empat jika terlalu pelan juga salah. Manusia dalam hidup juga tidak di anjurkan terlalu bermalas-malasan atau tidak giat dalam menyongsong kehidupan. Karena manusa sudah di anugrahi fisik yang sempurna lengkap dengan akal pikiran yang sehat oleh Allah SWT. Jika fisik yang sempurna dan akal pikiran yang sehat tersebut tidak digunakan dengan baik. Maka dia termasuk manusia yang kufur akan nikmat dan termasuk manusia yang tidak ada manfaatnya di bumi. Padahal kodratnya manusia adalah menjalankan perintah Sang Maha Kuasa dan memelihara bumi ini dengan benar.

Masuk baris ke lima dan ke enam, memiliki arti manusia harus mempunyai kewaspadaan yang cermat dan berpikir dengan nalarnya. Hal ini membuat manusia tidak berpikir sempit atau mudah terpengaruhi oleh orang lain, sehingga mudah terbawa dalam hal-hal yang merugikan bagi dirinya dan orang lain. Jika manusia saat ini bisa menerapkan hal ini, maka negara ini akan jauh lebih damai dan jarang terjadi konflik kepentingan sesuatu kelompok. Seperti tawuran pemudah didaerah-daerah yang berujung sampai kematian.

Baris ketujuh dan kedelapan memiliki arti jadilah manusia yang penuh perhitungan dan sabar. Penuh perhitungan disini bukan berarti dia hitung-hitung setiap perbuatannya kepada orang lain, melainkan sebelum bertindak dia selalu menimbang apa manfaat dan kerugian yang akan ditimbulkan dari perbuatannya. Betapa indahnya bila ini bisa di ingat oleh manusia Jawa saat ini, sehingga kejadian 21-22 Mei yang lalu tidak sampai terjadi, yang banyak sekali menimbulkan kerugian tak hanya aparatur negara juga warga biasa. Yang diakibatkan oleh orang-orang yang tak berpikir panjang serta tak sabaran.

Dua baris terkahir yaitu baris kesembilan dan kesepuluh memiliki arti, manusia perlu mengolah rasa mereka yang sampai pada tahap batin mereka, sehingga pekerjaan mereka bisa terselesaikan dengan baik. Hal ini merujuk bahwa jangan sampai lupa menggunakan rasa disetiap tindakan sehingga dalam bertindak manusia tetap dalam jalur norma dan falsafah hidupnya. Sehingga keindahan dunia ini tetap terjaga sampai nanti diturunkan ke generasi penerus. Hal ini mangacu pada falsafah Jawa yang sudah disebutkan di atas tadi yaitu Memayu Hayuning Bawana.

Menurut Mulder (2001:59), Memayu Hayuning Bawana berarti norma ideal menuju kehidupan nyata. Dalam bentuk kepercayaan falsafah ini sebagai bentuk harapan akan harmoni kehidupan yang dapat memberikan keselamatan kepada seluruh alam dan keselarasan bagi seluruh kehidupan. Falsafah inilah yang  diwariskan orang tua dulu kepada anak turunnya supaya mereka bisa menghargai sesama makhluk hidup dan membawa kehidupan yang lebih indah. Biasanya orang-orang menyebutkan falsafah ini secara lengkapnya yaitu, Memayu Hayuning Bawana Ambrasta Dur Angkara yang berarti kebajikan manusia atas bantuan-Nya untuk menumpas segala malapetaka dan keburukan di muka bumi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun