Mohon tunggu...
Hukum

UU No.31 Tahun 1999 Masih Belum Sesuai dengan Realita

18 April 2019   10:06 Diperbarui: 18 April 2019   10:12 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Berbicara tentang korupsi yang dari tahun ke tahun masih belum bisa teratasi,sebenarnya apa sih korupsi itu? Dan mengapa korupsi sangat masif terjadi di Indonesia? Menurut Nurdjana (1990) korupsi berasal dari bahasa Yunani yaitu "corruptio" yang berarti perbuatan yang tidak baik, buruk, curang, dapat disuap, tidak bermoral, menyimpang dari kesucian, melanggar norma-norma agama materiil, mental dan hukum, sedangkan menurut UU No. 20 tahun 2001 korupsi adalah tindakan melawan hukum dengan maksud memeperkaya diri sendiri, orang lain, atau korupsi yang berakibat merugikan negara atau perekonomian negara.korupsi sangat masif terjadi di Indonesia diakibatkan karena lemahnya hukum dan budaya korupsi yang menjamur.

Sejarah perkembangan korupsi, korupsi sendiri sudah jauh muncul sebelum Indonesia merdeka yakni pada masa pemerintahan kerajaan yang sebagian besar disebabkan oleh perebutan kekuasaan, kekayaan, dan wanita, berlanjut sampai sekarang dengan sebagian besar bermotif memperkaya diri/kekayaan. 

Hukuman bagi para koruptor di Indonesia terbilang kurang tegas jika kita melihat negara-negara seperti China, Vietnam, Singapura, Malaysia, dan Arab Saudi yangmemberi hukuman mati bagi para koruptor, menurut UU Republik Indonesia No. 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi pasal 2 ayat 1 yang berbunyi "setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). 

Pada pasal 2 ayat 1 berbunyi "Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan. Namun dari fakta yang ada selama ini para koruptor hanya mendapat hukuman ringan dan masih mendapatkan remisi.

Penyebab lain terjadinya korupsi yaitu karena sifat hukum yang di rasakan masyarakat tumpul ke atas dan tajam kebawah, bisa dikatakan masih pandang bulu seperti contoh kasus dilansir dari laman detik.com pelajar  mencuri sandal polisi seharga Rp.30.000 (tiga puluh ribu) terancam 5 tahun bui, sedangkan kasus korupsi yang dilakukan DPRD Bengkalis Rp.31.000.000.000 (tiga puluh satu milyar) hanya mendapat vonis 1,5 tahun bui yang sangat tidak sesuai dengan UU Republik Indonesia No.31 tahun 1999. 

Hal ini membuktikan bahwa hukum di Indonesia masih pandang bulu yang bisa mengakibatkan lunturnya kepercayaan masnyarakat kepada pemerintah, padahal keberadaan hukum bertujuan untuk melindungi setiap individu dari penyalahgunaan kekuasaan serta untuk menegakkan keadilan. 

Dengan adanya hukum di suatu negara, maka setiap orang di negara tersebut berhak mendapatkan keadilan dan pembelaan di depan hukum yang berlaku. Pemberian hukuman bagi napi umum dan napi elite perbedaanya sangat jelas yaitu dari fasilitas-fasilitas mewah yang ada di dalam sel mulai dari AC hingga TV yang berbeda jauh dengan sel napi umum yang ada. 

Contohnya seperti sel tahanan milik Setya Novanto salah satu tersangka korupsi terkait proyek e-KTP yang merugikan negara sebesar Rp. 2,3 triliun dengan vonis 15 tahun penjara, pada saat kunjungan yang dilakukan oleh Najwa Shihab di Lapas Sukamiskin, terdapat beberapa kejanggalan yang terungkap dalam unggahan akun Youtube Najwa Shihab dengan judul "Pura-Pura Penjara: Kamar Palsu Milik Setnov di Lapas Sukamiskin", Sebagian besar netizen berkomentar bahwasanya kurang puas dengan hukuman yang diberikan.


Budaya Korupsi memang sulit di hilangkan dari Bangsa Indonesia walaupun sudah ada upaya pemberantasan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh KPK, namun bagaimanakah cara kita ikut turut serta memberantas budaya korupsi? Caranya dengan menanamkan sikap anti korupsi sejak dini ikut menjalankan kegiatan di lingkungan sosial tanpa adanya praktek korupsi didalamnya, semisal contoh kecil dari praktek korupsi yang ada yaitu manipulasi data perolehan kas kelas (ruang lingkup sekolah). 

Perlunya menanamkan sikap anti korupsi pada anak agar memberi pengertian ke anak bahwasanya korupsi itu merupakan hal jelek dan tidak patut ditiru, sedangkan anak-anak biasanya masih kesulitan membedakan mana perbuatan yang jelek dan mana yang baik, mengajarkan anak untuk tidak menerima suap sejak dini karena kasus-kasus korupsi berawal dari suap-menyuap antar pejabat terlebih lagi pada bulan-bulan politik.

Seperti kasus yang belakangan ini ramai dibicarakan tentang kasus yang menimpa Romahurmuziy dilansir dari laman CNBC Indonesia Komisi Pemberantasan Korupsi  (KPK) menyebut 60% kasus korupsi berasal dari sektor politik. Lemahnya hukum dan keadilan yang suka memihak terhadap rakyat besar atau pihak penguasa membuat ketegasan hukum dipertanyakan oleh masnyarakat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun