Perbandingan Partisipasi Politik Perempuan di Kab. Minahasa Selatan dan Kab. Tanah Datar dalam Relasi Gender
Pembangunan merupakan proses perubahan, dimana kemiskinan dihapuskan dan kreatifitas serta tingkat pengetahuan masyarakat dari berbagai lapisan ditingkatkan menuju kemandirian dan kemakmuran. Pengalaman yang ditempuh selama ini kebanyakan program pembangunan tidak mengikutsertakan perempuan secara maksimal. Pada tingkat perencanaan dan pelaksanaan, perempuan tidak memiliki akses yang sama dengan laki-laki untuk berpartisipasi.
Sementara itu, informasi tentang peluang dalam program pembangunan tidak jarang hanya dimotori dan dilakukan oleh kaum laki-laki. Paradigma pembangunan manusia yang meletakkan masyarakat sebagai pusat perhatian seharusnya berwawasan gender.
Secara realistis, perjuangan meningkatkan partisipasi perempuan pada tahap selanjutnya menemui banyak kendalana.
Walaupun secara kuantitas jumlah perempuan melebihi laki-laki, namun perempuan semakin menunjukkan ketidakberdayaan, karena perannya di berbagai lembaga politik formal atau pengambilan keputusan politik, baikdi lembaga legislatif, eksekutif maupun yudikatif masih belum terwakili secara seimbang.
Kondisi tersebut disebabkan, pertama adanya budaya patriarki yang memang harus diakui secara kuat, telah mencemari seluruh dimensi kehidupan bangsa Indonesia, termasuk di dalamnya sistem politik yang kita miliki. Sebagian besar masyarakat bahkan perempuan itu sendiri masih banyak memandang pembagian kerja secara seksual, ada perbedaan yang jelas dan tegas tentang wilayah kerja yang menjadi milik perempuan dan laki-laki. Kedua , berkaitan dengan kualitas kaum perempuan sendiri yang banyak tertinggal dibandingkan dengan laki-laki. Walaupun ini adalah persoalan klasik namun tidak dapat dianggap sederhana. Ketiga, terkait dengan peran ganda yang harus dimainkan oleh perempuan, yakni sebagai perempuan yang tidak dapat melepaskan diri dari fungsi-fungsi reproduksi yang tidak bisa diwakilkan.
Partisipasi perempuan dalam politik tidak selalu harus duduk dalam pemerintahan atau parlemen, sebab pada posisi tersebut yang paling dipentingkan adalah orang yang memiliki kesadaran tentang kesetaraan gender.
Partisipasi perempuan dapat saja dilakukan dalam posisinya sebagai rakyat biasa dengan kesadaran politik penuh. Sebagai langkah awal dari fungsi perempuan sebagai warga negara adalah keterlibatan mereka dalam pemilihan umum sebagai kontak mereka dengan negara.
Keterwakilan perempuan merupakan sebuah pemberian kesempatan dan kedudukan yang sama bagi wanita untuk melaksanakan peranannya dalam bidang eksekutif, yudikatif, legislatif, kepartaian dan pemilihan umum menuju keadilan dan kesetaraan gender.
Sumatera Barat khususnya Kabupaten Tanah Datar dikenal dengan keunikan masyarakatnya yang menggunakan sistem kekerabatan Matrilineal dalam menentukan garis keturunan. Kabupaten Tanah Datar adalah salah satu dari 19 Kabupaten Kota yang ada di Sumatera Barat, Kabupaten Tanah Datar juga sebagai Kabupaten dengan wilayah paling kecil kedua di Provinsi Sumatera Barat. Secara administratif, Kabupaten Tanah Datar dibagi menjadi 14 kecamatan, 75 nagari dan 395 jorong.
Berdasarkan jumlah penduduk Kabupaten Tanah Datar, sebagian diantaranya ada masyarakat yang duduk di badan legistatif DPRD Kabupaten Tanah Datar baik itu perempuan maupun laki-laki, yang mewakili dapil nya masing-masing. Dalam pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) di Kabupaten Tanah Datar memiliki empat dapil untuk duduk di anggota DPRD Kabupaten Tanah Datar.
Pada pemilu legislaitif pada Tahun 2014 di Kabupaten Tanah Datar hanya ada 3 (tiga) orang perempuan dari 140 calon legislatif yang menjadi anggota di DPRD Kabupaten Tanah Datar periode 2014-2019, mewakili kaum perempuan Minangkabau.
Berdasarkan hasil dari pemilu penjelasan diatas secara umum ketentuan perempuan Minangkabau dalam kepemimpinan politik masih rendah dan tidak semua caleg perempuan juga bagian dari kepengurusan partai, melainkan untuk pemenuhan kuota 30% bagi setiap partai politik supaya partai politik tersebut bisa ikut serta dalam pemilu 2014, dijelaskan dalam UU No. 8/2012 dan PKPU No. 13/2013.
Pengaruh budaya matrilineal yang sangat besar bagi politisi perempuan memberikan keuntungan bagi politisi perempuan ketika mencalonkan diri sebagai legislatif dengan memanfaatkan posisi perempuan minang yang dekat dengan stakeholder adat.
Sedangkan di Kabupaten Minahasa Selatan, Struktur  budaya  masyarakat yang  patriarkal  mendorong  kaum perempuan Minahasa Selatan tergantung terhadap  kaum  lelaki,  baik  secara  ekonomi,  politik  maupun  sosial.  Paham ini  juga  kemudian  menempatkan  kaum perempuan  mendapatkan  pembagain kerja  yang  perannya  hanya  menangani persoalan  domestik,  rumah  tangga  atau jika  "diperkenalkan  atau  piaksa" mengerjakan  diluar  domestik,  itu  pun hanya  sebatas  mendukung  urusan domestik.Â
Jumlah   anggota   Dewan Perwakilan  Rakyat  Daerah  Kabupaten Minahasa  selatan  periode  2009-2014 adalah 30 orang, sementara yang berhak duduk  dalam  parlemen  terdiri  atas  7 (tujuh)  partai  politik  yakni  :  Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Golongan  Karya,  Partai  Demokrat, Partai  Damai  Sejahtera,  Partai  Nasional Benteng  Kerakyatan  Indonesia,  Partai Hati  Nurani  Rakyat,  Partai  Demokrasi Pembaruan, dimana   kontribusi perempuan lewat beberapa partai politik tersebut  kurang  representatif  karena keterlibatan  perempuan  sangat  kecil.
Hanya  ada  6  (enam)  orang  perempuan yang  duduk  dalam  parlemen  sehingga peran  permpuan  dalam  memperjuankan hak-hak  perempuan  kurang  tersentuh oleh wakil rakyat yang mayoritas adalah kaum  laki-laki.  Sementara  itu  dalam rangka  mencapai  proses  pembangunan daerah  ke  arah  yang  lebih  baik, sangatlah  dibutukan  peran  serta  dari berbagai stakeholder termasuk didalamnya  adalah  partisipasi  politik perempuan.
Kurangnya  kontribusi  dan peran  perempuan  di  parlemen,  disaat bersamaan  perempuan  tidak  memiliki political  will di  lembaga  perwakilan menyesbabkan  setiap  pengambilan pebijakan  pemeirntah  daerah,  masih kurang   menyentuh   kepentingan perempuan  dan  anak.  Sebagian  besar kebijakan hanya menyangkut pembangunan   infrastruktur   atau pembangunan fisik saja. Namun  demikian,  partisipasi politik  perempuan  dalam  Pileg  di Kabupaten  Minahasa  Sleatan  masih rendah. Secara umum, ada dua persoalan mengapa peran perempuan dalam politik di  Indonesia belum  dapat  direalisasikan dengan  maksimal,  baik  keterlibatan dalam   partai   politik   maupun keterwakilannya   dalam   lembaga legislatif. Pertama, secara  kultur masyarakat  Indonesia  membandang bahwa  perempuan  adalah  makhluk kedua setelah laki-laki karena wataknya yang  sering  tergambar  lemah  lembut, cengeng,  dan  tidak  kuat. Kedua adalah masalah  minimnya  pengetahuan  politik yang dimiliki oleh perempuan.  Partisipasi  aktif  perempuan didunia  politik  dapat  menggunakan prinsip  proposional  dan  rasional. Proposional  dengan  memperhatikan sumber daya manusia yang dimiliki oleh perempuan  yang  ada  pada  setiap wilayah. Secara Rasional, yakni dengan memperhatikan  dukungan  kompetensi yang  dimiliki  oleh  aktifitas  politik perempuan  serta  situasi  dan  kondisi wilayah  setempat.  Hal-hal  yang  perlu diperhatikan  sebagai  seorang  politisi perempuan adalah Kemampuan   manajemen   dan keterampilan  berorganisasi  yang perlu   dimilki   antara   lain keterampilan  dalam  berkomunikasi yang   baik   dan   responsif, kepemimpinan,  mengelola  konflik, memecahkan  masalah  serta  dalam pengambilan  keputusan  dan  lain-lainnya. Wawasan Politik Perempuan perlu memiliki wawasan politik  yang  luas  terleih  khusus tentang  sistem  ketatanegaraan, hukum negara, dan kebijakan terkait berbagai   bidang   diantaranya ekonomi,  politik,  sosial  budaya, pertahanan dan keamanan. Spesialisasi ilmu Politisi perempuan perlu mengetahui bidang ilmu yang di tekuninya dalam menjalankan peran politiknya.