Mohon tunggu...
Endang Setiawati
Endang Setiawati Mohon Tunggu... Lainnya - شبان اليوم رجال الغد
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Aku adalah aku dengan segala kekuranganku

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bumi Sendu

4 Agustus 2020   20:30 Diperbarui: 4 Agustus 2020   20:31 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Jejak kita sama. Langkah yang berbeda. Kamu, menenangkan. Tatapan mentari pagi mengusung segala sunyi beradu dengan malam yang kian hari kian menyesakkan. Basah, di sudut pelupuk binar, mengurai anak sungai di sudut bibir. Terjatuh, hingga lupa cara sembuh. Kamu menang. Jemari tak lagi menyentuh. Jauh, hilang dalam diam.

Rindu ku kamu yang mengalahkan. Segala tegar yang tersusun, hancur hingga lebur tak berbentuk. Tatapan dan banyak tawa yang kamu hadirkan, selalu mampu memberi tenang. Satu hari di tahun yang baru, diam tanpa beranjak. Mematung terpesona, bumi ku sendu. Menghidupkan segala candu. 

Entah bagaimana bisa termulai. Aku khawatir perihal akhir. Jarak ku hanya sepuluh langkah dari bumi. Jika aku mau, aku bisa berlari dan memeluknya. Lalu berkata "tak bisakah aku saja?". Kemudian membawanya pulang untuk ku simpan diam-diam. 

Namun sayang,  aku tak tega menjadikannya kenang pada satu hari di tahun yang entah kapan.

Gemuruh tepuk tangan, mengisi penuh seluruh ruangan. Ribuan manusia, berbahagia melihatnya tegak berdiri dengan kokoh bersama gitar yang ia petik lihai. Dari milyaran kekaguman, dia adalah salah satu ciptaan yang paling mampu meluluhkan. Kepadanya seluruh rasa cinta akan ia dapatkan dengan mudah. Segala bentuk perhatian akan sangat banyak ia terima. Dan aku, adalah satu dari ribuan pasang mata yang menatapnya dengan penuh binar.

Ruangan yang penuh sesak, terasa begitu lapang ketika menatapnya riang. Gemuruh teriakan namanya, terngiang hingga akhir lagu yang ia bawakan.

"kau memang mengagumkan." Ucapku dalam hati.

"aku pernah menawarkan sebuah hati, tulus. Namun, kau biarkan hangus. Aku bersedia menyembuhkan hingga akhirnya kau mampu bangkit lagi. Namun, kau hanya ingin aku sebutuhnya bukan sepenuhnya. Lagu ini untukmu yang kini kian jauh." Prolog yang ia ucapkan sebelum menyanyikan lagu berikutnya. Tak lama kemudian petikan gitarnya kembali membuat siapapun yang berada di ruangan terbawa rasa sedih yang mendalam bahkan sangat menyayat.

"Berjuang sendiri, tapi ku tak sanggup pergi
Dari dirimu yang tak mencintaiku
Pernah kutawarkan hatiku
 dan seluruhnya hanya untuk kamu
Tapi kau tak mau, dan lebih memilih untuk bersamanya
Kan ku obati luka di hatimu
Kan ku sembuhkan sakit dan sedihmu
Tapi apa daya kau lebih memilih

Terluka sakit dan sedih, daripada harus bersamaku...."

Lagu langit sore "memilih terluka", yang ia cover dengan begitu apik, hingga yang mendengar akan merasa cabik. Tepuk tangan kembali bergema, jauh lebih riuh dari sebelumnya. Terlihat banyak pipi yang basah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun